Sebenarnya seh atribut partai itu tidak hanya menghiasi jalan menuju bandara saja, tapi setiap ruang publik, ruang kosong, tanah kosong, pohon, pedestrian jalan, tiang listrik, bahkan pohon kelapa di halaman rumahku saja terdapat foto caleg yang dipasang tanpa meminta izin pada kami yang memiliki pohon. Benar-benar semrawut, berantakan, wajah kotaku Banda Aceh dengan semua atribut partai tersebut.
Sambil menuju perjalanan pulang, aku menyempatkan untuk wawancara sedikit dengan Papa Vinka, apa di Jepang menjelang pemilu sama seperti di Banda Aceh? Berserakan atribut partai di sana-sini. Semua partai berebut mencari simpati dengan memberi ini itu, ada yang memberi jilbab gratis, pelatihan, kalender gratis, peralatan shalat gratis dan masih banyak lagi dengan harapan tentu saja mereka akan terpilih menjadi wakil rakyat.
Dulu waktu pertama kali (Desember 2013) teman-teman Papa Vinka yang asli dari Jepang dan ke Banda Aceh untuk kunjungan kerja. Mereka juga heran dengan fenomena atribut partai sampai pohon yang di cat warna-warni.
Karena kalau di Jepang, musim PEMILU hanya KPU saja yang berhak memajang, mengeluarkan poster, atribut partai dan itupun dipanjang ada tempat khusus/ papan pengumuman khusus dan semua partai porsinya sama, baik partai besar maupun partai kecil.
Tidak seperti ini partai yang paling banyak uang, tentu atribut partainya yang paling banyak mendominasi. Bagaimana donk nasib partai kecil yang dana kampanyenya kurang tapi sebenarnya memiliki kader-kader yang berpotensi?
Andai KPU bisa lebih tegas menerapkan aturan kampanye dan porsi seimbang untuk setiap partai serta menegaskan hanya KPU yang berhak membuat kampanye partai. Mungkin wajah kota Banda Aceh tidak berantakan lagi dengan semua atribut partai.