Sunday, 27 April 2014

Adakah Mesjid di kota Banda Aceh?



Kubah Mesjid Raya Baiturrahman dilihat dari  arah Taman Sari
Sumber foto: Koleksi Pribadi

Kota Banda Aceh yang terletak di paling barat Indonesia merupakan ibukota dari propinsi Aceh. Sejak jaman dahulu  kota Banda Aceh sudah ramai dikunjungi oleh para pedagang dari seluruh dunia. Setelah periode anemisme, propinsi  Aceh dipengaruhi oleh budaya Hindu yang masih dapat dilihat dari beberapa situs di Aceh Besar serta dari kebiasaan kebiasaan masyarakat yang masih tertinggal hingga kini. Setelah periode ini, maka masuklah periode dimana agama Islam masuk ke wilayah ini. Pada mulanya, arsitektur mesjid-mesjid di Aceh masih mempertahankan arsitektur Aceh kuno yang sangat dekat dengan kebudayaan Hindu, namun seiring berjalannya waktu, saat ini arsitektur kuno tersebut sudah sangat jarang sekali ditemukan. Arsitektur mesjid di Aceh lebih banyak dipengaruhi oleh Arsitektur timur tengah, maupun juga perpaduan diantaranya. Disamping itu juga muncul beberapa mesjid yang bertemakan bangunan-bangunan modern.
Berikut penulis akan mencoba mengulas beberapa Mesjid yang berada di kota Banda Aceh.

Mesjid Raya Baiturrahman
Mesjid yang terletak di pusat kota Banda Aceh ini pada mulanya memiliki desain khas Aceh kuno, namun setelah mengalami kerusakan parah akibat perang melawan Belanda, pihak Belanda mencoba mengambil hati rakyat Aceh dengan membangun kembali mesjid ini dengan Arsitektur yang baru.
Mesjid ini telah mengalami beberapa kali perluasan dari bangunan dasarnya yang berukuran 537,91 m2  menjadi  4.760 mdapat menampung hingga 9000 jama'ah. Dari mesjid  berkubah satu yang dibangun pemerintah Belanda di tahun 1879-1883 Hingga kini memiliki tujuh kubah, dan empat  menara.dan satu menara induk. Ruangan dalamnya yang dilapisi lantai marmer, buatan Italia. Membuat sejuk dan betah berlama-lama ketika berada di dalam mesjid.
Mesjid Raya Baiturrahman tahun 1881
Sumber foto: google

Tampak samping Mesjid Raya Baiturrahman 1881
Sumber foto: google


Tower Mesjid Raya Baiturrahman
Sumber foto: Koleksi pribadi
Mesjid Raya Baiturrahman di malam hari
Sumber foto: Koleksi pribadi
Mesjid Al Makmur 
Mesjid Al Makmur yang berlokasi di desa lamprit ini telah berdiri sejak 1979 namun  mesjid ini sempat rusak parah pada Desember 2014  karena dihantam oleh gempa dan tsunami yang dahsyat. Kemudian Pemerintah Oman memberikan bantuan untuk kembali membangun mesjid ini dengan lebih megah dan bergaya timur tengah, sehingga terkadang ada yang menyebutkan nama lain bagi Mesjid ini yaitu Mesjid Oman.
Mesjid Al Makmur di kala Magrib
Sumber foto: Koleksi pribadi
Mesjid Al-Makmur Lamprit
Sumber foto: Koleksi pribadi

Mesjid Baitul Musyahadah
Mesjid ini terletak di desa Geuceu Kaye Jato, kecamatan Banda Raya, arsitekturnya yang unik dan cukup menarik untuk disaksikan. Mesjid ini juga dikenal dengan nama Mesjid Teuku Umar atau Mesjid Meukeutop, dikarenakan bentuk kubahnya yang mengadopsi bentuk kopiah khas Aceh yang biasa dipakai oleh Teuku Umar dalam berperang melawan tentara Belanda. Dahulu lahan  Mesjid ini bmerupakan Taman Ghairah atau taman tempat bermain anak muda pada masa Kerajaan Iskandar Muda.

Tampak Kubah Mesjid Teuku Umar yang menyerupai kopiah khas Aceh
Sumber foto: Koleksi pribadi


Sisi lain dari  Mesjid Baitul Musyahadah
Sumber foto: Koleksi pribadi


Mesjid Besar Pahlawan
Mesjid ini terletak di desa Ateuk Pahlawan, persis di depan Taman Makam Pahlawan – Banda Aceh. Sejak awal dibangun, mesjid ini sudah bergaya arsitektur timur tengah. Posisinya yang cukup strategis membuat mesjid ini cukup ramai dikunjungi oleh umat muslim baik siang atau malam hari.
Mesjid Besar Pahlawan
Sumber foto: Koleksi pribadi

Mesjid Peunayong
Mesjid ini berdampingan dengan pasar Peunayong – Banda aceh, biasa digunakan oleh para pedagang di pasar peunayong untuk beribadah. Letaknya yang berada di pinggir sungai Krueng Aceh menambah komposisi keindahan dari mesjid ini.
Mesjid Peunayong
Sumber foto: Koleksi pribadi

Suasana di Sekitar Mesjid Peunayong
Sumber foto: Koleksi pribadi
Mesjid Baiturrahim
Mesjid ini terletak di desa Ulee Lheue, Meuraxa. Dibangun oleh Teuku Teungoh yaitu ulee balang kemukiman Meuraxa pada tahun 1343 H telah  mengalami beberapa kali renovasi. Pernah rusak parah ketika diterjang tsunami namun sekarang telah bisa dipergunakan kembali.
Mesjid Baiturrahim dari masa ke masa
Sumber foto:  http// kebudayaa.kemdikbud.go.id



Mesjid Teungku Dianjong
Mesjid ini terletak Peulanggahan, Meuraxa. Peulanggahan sendiri berasal dari kata persinggahan, karena dahulu tempat ini merupakan tempat persingahan bagi mereka yang menuntut ilmu. Pada mulanya mesjid ini berkontruksi dari kayu namun  hancur  diterjang tsunami dan menyisakan pondasinya saja.Kini telah dibangun mesjid baru  dengan kontruksi beton namun tetap mengikuti arsitektur traditional Aceh sebagaimana bentuk Mesjid Teungku dianjong sebelumnya.


Mesjid Teungku Dianjong dengan kontruksi kayu
Sumber foto:  http// kebudayaa.kemdikbud.go.id      
Mesjid ini pada mulanya dibangun sebagai tempat belajar(dayah/pesantren) yang didirikan oleh  Teungku Dianjong pada tahun 1769 M. Setelah kemerdekaan RI masyarakat setempat mulai menggunakan bangunan ini sebagai mesjid. Pada tahun 1982 setelah  dipugar sebelumnya dayah ini diresmikan penggunaannya sebagai mesjid

Mesjid Teungku Dianjong kini
Sumber foto:http://suarakomunikasi.com

Thursday, 17 April 2014

Museum Tsunami Sebuah Maha Karya untuk Masa Depan

Museum Tsunami dengan konsep Rumoh Aceh as Escafe Hill
Sumber foto:Koleksi pribadi

Tsunami. Kata itu begitu asing di teligaku hingga aku melihat dan merasakannya sendiri dahsyatnya Tsunami di Banda Aceh 26 Desember 2004. Saat itu aku sedang berada di wartelku di jalan T. Nyak Arief dekat  asrama haji. Tiba-tiba saja terjadi  gempa.

Tanpa ada yang mengkomando semua orang keluar dari bangunan dan diam di halaman rukonya masing-masing. Gempa kali ini berlangsung lumayan lama sekitar 5-7 menit, goncangannya sangat kuat bahkan untuk berdiri tegak pun tak bisa tanpa ada penopang.

Setelah gempa selesai, semua orang kembali  melakukan aktivitasnya seperti biasa termasuk aku (Aceh memang rawan gempa, jadi sepertinya semua orang sudah terbiasa dengan gempa). Tetanggaku  berinsiatif mersurvey keadaan sekeliling, ternyata banyak juga  bangunan yang roboh akibat gempa terutama bangunan ruko.

Tak lama kemudian, tiba-tiba saja ada orang yang berteriak “air laut naik, air laut naik.” Laut dimana, kita dimana. Itu pertama kali yang terlintas di kepalaku. Tapi belum lagi habis heranku tiba-tiba saja ada air berwarna hitam pekat  langsung menerjang pom bensin Jeulingke serta menyeret mobil yang terparkir di depannya hingga  terbalik dan terhempas ke pagar asrama haji.

Aku tak tahu bagaimana nasib orang yang berada di pom bensin atau di asrama haji. Karena lagi-lagi tanpa dikomando semua orang yang melihat kejadian itu langsung mencoba menyelamatkan diri dengan lari menjauh dari air tsunami menuju prada.
Saling dorong dan ada juga yang menendang itu yang kurasakan ketika berlari  lebih tepatnya  berjalan cepat menyusuri jalan di prada ketika tsunami terjadi. Semua panik dan tentu saja ingin selamat. Walau pun kawasan peurada juga sebenarnya  tidak cukup aman. Karena air mengepung daerah  ini dari  dua arah Lamyong dan Tibang. 

Akhirnya setelah  bersusah payah berdesak-desakan di sepanjang jalan di  prada. Sampai juga aku ke rumah. Segera aku menyuruh semua keluargaku  untuk mengungsi karena air laut naik, awalnya mereka tidak percaya tapi melihat semua orang yang lewat depan rumah kami seperti orang ketakutan dan terburu-buru mereka mengikuti saranku.

Aku tak tahu tetangga-tetanggaku apa semuanya sudah mengungsi atau belum, keadaan hari itu   hampir semua orang sibuk memikirkan keselamatan dirinya sendiri. Aku dan keluargaku orang terakhir yang mengungsi di lorong Durian peurada utama,  air tsunami hanya berjarak kurang lebih dua meter  tepat di belakang. Jujur kami tidak tahu harus mengungsi kemana.

Jalan menuju Lamgugob juga sudah ditutup ada dua orang hansip yang berjaga dan mengarahkan kami ke lorong kelapa, katanya Lamgugob juga sudah naik air dari Lamyong. Bingung masih melanda kemana kami harus mengungsi, kami melangkah mengikuti jejak-jejak kaki orang-orang  yang berada di depan kami menuju Mesjid di lrg. Kelapa.
Selama di Mesjid berkali-kali gempa terus terjadi dan bangunan di lantai satu mulai penuh dengan air. Ketakutan dan pasrah berbaur menjadi satu. Apakah bangunan mesjid ini tidak akan roboh? Apakah air tsunami itu akan terus naik hingga ke lantai dua? Kudengar semua orang berdoa dan adzan dikumandangkan. Semua orang yang mengungsi di mesjid memiliki sorot mata yang sama pasrah hanya itu bisa yang kami lakukan.

Itu hanya sepenggal ceritaku  dan kepanikan yang terjadi ketika tsunami. Ternyata gempa yang berpusat di 32 kilometer dari Pantai Meulaboh  dan berkekuatan 8,9 skala Richter  telah  memicu gelombang lebih dari 30 meter, berdampak  ke 14 negara dan  menewaskan 230.000 orang yang lebih darii separuhnya dari Aceh  (kompas.com). 


Harusnya Indonesia sebagai negara yang berada pada lempengan bumi yang sangat rentan  akan terjadinya bencana gempa atau “Ring of Fire” membuat kurikulum khusus mengenai bencana dan cara menghadapinya sejak dini di sekolah-sekolah seperti yang dilakukan Jepang. Dengan harapan dapat memperkecil angka kematian  ketika terjadi  bencana. Bencana tidak dapat dicegah namun dampaknya dapat diminimalisir.
Maket Museum Tsunami
Sumber foto: Koleksi pribadi

Untuk mengenang kembali bencana alam tsunami yang maha dashyat di Nanggroe Aceh Darussalam dibangun "Museum Tsunami Aceh." Museum ini dibangun selama masa Rekonstruksi Aceh  melalui sayembara desain,   museum ini memiliki banyak fungsi antara lain:
1.    Sebagai objek sejarah, dimana museum tsunami akan menjadi pusat penelitian dan pembelajaran mengenai bencana tsunami.
2.    Sebagai simbol kekuatan masyarat Aceh dalam menghadapi bencana tsunami.
3.    Sebagai warisan kepada generasi mendatang bahwa di daerah Aceh pernah terjadi tsunami.
4.    Untuk mengingatkan bahaya bencana gempa bumi dan tsunami yang menguncang wilayah Indonesia.
5.    Sebagai pusat evakuasi jika bencana tsunami datang  atau sebagai escafe building
Museum Tsunami Aceh yang dibangun dengan konsep design "Rumoh Aceh as escape hill" hasil karya Ridwan Kamil atau lebih dikenal dengan nama Pak Emil, merupakan proyek paling emosional yang sangat sulit baginya, karena merancang Architecture of Meaning dan dalam pengerjaan desainnya  beliau menginginkan rancangan yang penuh makna baik itu di dinding, kolom, ornamen maupun di setiap gelap-terang ruangnya.



Jalan masuk Museum Tsunami
Sumber foto: Koleksi pribadi
Beliau melakukan pengamatan sebelum mendesain dan menemukan fenomena bahwa masyarakat Indonesia jarang mengunjungi museum, jadi beliau merancang sebuah museum yang juga menjadi hangout space sehingga setiap saat ramai dikunjungi masyarakat. 

Museum tsunami ini terdiri dari 4 struktur lantai. Lantai basement menggambarkan ruang terbuka yang menggambil ide dasar dari rumah panggung Aceh sebagai contoh kearifan masa lalu dalam merespon tantangan dan bencana alam.

Ruang terbuka ini dapat dimanfaatkan  sebagai ruang publik dan jika terjadi banjir atau tsunami, maka laju air yang datang tidak akan terhalangi. Lantai dua tempat untuk mengetahui tsunami secara sains agar masyarakat bisa terdukasi bila di kemudian hari terjadi tsunami lagi. Rooftop bagian atas bangunan ini merupakan tempat evakuasi yang mampu menampung 1000 orang saat tsunami datang.

Museum ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 Februari dengan 55 koleksi di dalamnya berupa 7 unit maket, 22 unit alat peraga dan 26 buah foto atau lukisan yang menggambarkan keadaan tsunami aceh. Sejumlah koleksi ruang simulasi gempa, alat peraga rumah tahan gempa dan rumah tak tahan gempa serta alat perga gelombang tsunami juga terdapat di sini.



Alat simulasi gempa di Museum Tsunami 
Sumber foto: Koleksi pribadi

    Alat peraga sangat membantu memberi gambaran mengenai tsunami
                               Sumber foto: Koleksi pribadi
Dari arah luar terlihat museum tsunami ini menyerupai kapal dengan sebuah mercusuar berdiri di atasnya, Dengan dinding interiornya yang menggambil filosofi tari saman untuk menunjukan  konsep hubungan manusia dengan manusia (hablumminannas) dalam Islam. Sedangkan interior museum tsunami menggambil filosofi sebagai berikut:
Space of Fear (Lorong Tsunami) 


  Tsunami passage Museum Tsunami
    Sumber foto: Koleksi pribadi
Ketika pertama kali kita memasuki ruangan museum kita akan disambut oleh suara gemuruh air dari tsunami passage. Area penerima ini  berupa koridor sempit dengan panjang 30 m dan tinggi hingga 19-23 m melambangkan tingginya gelombang tsunami yang terjadi tahun 2004 silam. Gemuruh air mengalir di kedua sisi dinding museum dan cahaya remang-remang cenderung gelap mendeskripsikan rasa takut pada saat terjadinya tsunami. Ruangan ini sangat sulit diabadikan dengan kamera karena pencahayaannya yang sedikit dan percikan air dari kedua koridor ini takutnya akan merusak kamera.
Space of Memory 




                                
                                      Memorial Hall  Museum Tsunami
                               Sumber foto: Koleksi pribadi

Memorial Hall atau ruang kenangan merupakan area bawah tanah yang dilengkapi dengan 26 monitor sebagai lambang dari kejadian tsunami yang melanda Aceh. Sebanyak 40 gambar yang ditampilkan dalam bentuk slide  berupa foto para korban dan lokasi bencana yang melanda Aceh. Ketika memasuki ruang dengan dinding kaca ini pengunjung  seolah-olah  tengah berada di dalam laut, dilambangkan dengan dinding-dinding kaca yang menggambarkan luasnya dasar laut, monitor-monitor di dalam ruangan menggambarkan batu di dalam air dan pencahayaan  dari lubang-lubang sh reflecting pool yang berada di atasnya sebagai cahaya dari atas permukaan air yang masuk ke dasar laut.
Space of Sorrow (Ruang Sumur Doa) 


Blessing Chamber Museum Tsunami
Sumber foto: Koleksi pribadi
Blessing Chamber, area ini merupakan ruang transisi sebelum memasuki ruang-ruang kegiatan non memorial. Ruangan  ini berbentuk silinder menyerupai sumur dengan cahaya remang  dan terdapat kurang lebih 2000 nama-nama korban tsunami terpatri di dindingnya.  Ruangan ini difilosofikan sebagai kuburan massal tsunami dan dianjurkan pengunjung yang memasuki ruangan ini mendoakan para korban menurut agama dan kepercayaan masing-masing.


Space of Hope Museum Tsunami
Sumber foto: Koleksi pribadi
Ruangan ini juga menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhannya( hablumminallah) yang dilambangkan dengan kaligrai Allah yang tertera di atas cerobong The light of God dan lantunan ayat-ayat Al-Qur'an mengingatkan bahwa setiap manusia pasti akan kepala Allah (penciptanya).

Space of Confuse (Lorong Cerobong)
 Lorong ini didesain dengan lantai berkelok dan  dan tidak rata sebagai bentuk filosofi rasa bingung dan putus asa ketika tsunami terjadi. Bingung hendak menyelamatkan diri kemana, bingung kehilangan sanak keluarga dan harta benda. lorong gelap yang membawa pengunjung menuju ke atrium yang penuh cahaya melambangkan  harapan baru masyarakat Aceh ketika dalam memulihkan kondisi fisik dan psikologi  usai bencana yang mengalami trauma dan kehilangan besar.


Space of confused Museum Tsunami
Sumber foto:Koleksi pribadi
Space of Hope (Jembatan Harapan)
54 bendera negara di Museum tsunami
Sumber foto:Koleksi pribadi
Atrium of Hope, area ini berupa ruang atrium yang besar sebagai simbol dari harapan dan optimisme menuju masa depan yang lebih baik. Pengunjung akan menggunakan ramp untuk melintasi kolam. Pengunjung dapat melihat 54 bendera dari 54 negara yang ikut membantu Aceh pasca tsunami, jumlah bendera sama dengan jumlah batu yang tersusun di pinggir kolam. Di setiap bendera dan batu terdapat kata "Damai" dengan bahasa dari masing-masing negara.

Bendera negara di batu dan di skylight Museum Tsunami
Sumber foto:koleksi pribadi
Atrium hope Museum tsunami
Sumber foto:Koleksi pribadi
Dengan tidak mengenakan biaya masuk alias gratis, museum ini selalu ramai dikunjungi wisatawan, baik dari dalam dan luar negeri.  bahkan menjadi salah satu spot yang cukup populer bagi fotografer prewedding. amun sayang sekali, museum ini hanya buka dari hari senin-sabtu, sedangkan dihari minggu tutup. Padahal dihari minggu merupakan hari dimana para pekerja libur dan merupakan hari wisata bagi keluarga.

"Bencana tidak bisa dihadang tapi kita bisa mengantisipasi dampaknya berdasarkan pengalaman bencana sebelumnya. Kita tidak tahu kapan terjadi bencana, tapi kita bisa mempersiapkan diri dengan pengetahuan"



Monday, 14 April 2014

Kapal PLTD Apung, Banda Aceh Vs Kyokotomaru, Jepang



PLTD Apung  Banda Aceh
Sumber Foto: Koleksi pribadi

Tepat pada tanggal 26 desember 2014 nanti merupakan momentum bagi masyarakat Aceh dalam memperingati 10 tahun tsunami. Tentu masih segar dalam ingatan kita tentang dahsyatnya bencana ini, namun setelah 10 tahun berlalu, sudah selayaknya kita menatap masa depan dan terus berpikir positif.
Bekerja lebih giat dalam membangun bangsa Aceh dapat dilakukan oleh semua pihak, tidak hanya dari Pemerintah semata, sektor swasta yang berbasis masyarakat atau lebih dikenal dengan small home industry tentunya akan menjadi salah satu sektor yang layak untuk diprioritaskan. Berapa banyak sudah bantuan baik dari Pemerintah maupun dari sumbangan pihak asing dalam hal pemberdayaan masyarakat pasca tsunami yang diterima oleh rakyat Aceh, tentunya ucapan terima kasih dapat diapresiasikan salah satunya dengan bekerja lebih keras dan giat untuk menciptakan masyarakat yang sustainable.
Hal ini tentunya sangat berbeda dengan yang terjadi di Jepang pasca gempa dan tsunami 2011 yang melanda daerah Tohoku (utara Jepang). Dimana dapat dikatakan bahwa mereka sangat sedikit sekali menerima bantuan dari luar/asing dan lebih mengandalkan resource dari dalam negeri mereka sendiri. Walaupun sudah kehilangan harta benda namun masyarakat Jepang sangat sabar, tidak terlihat emosi yang meledak-ledak, mereka tetap mempertahankan budaya antri berbagai kebutuhan pokok, bahkan di keadaan sesulit apapun.

Wisata Tsunami
Di Banda Aceh terdapat beberapa situs tsunami yang cukup mengundang keinginan para wisatawan baik lokal maupun manca negara untuk berkunjung. Seperti Kapal diatas rumah di Lampulo, Kapal Apung di Punge, Museum Tsunami, dll. 
PLTD Apung Banda Aceh
Sumber Foto: Koleksi pribadi

Hal ini terjadi karena sangat kurangnya situs-situs tsunami yang terpelihara dengan baik dan dijadikan memorial oleh negara-negara lain. Jika kita membandingkan dengan Jepang, dimana pasca gempa dan tsunami 2011, dapat dikatakan sudah tidak ada lagi bangunan atau sisa-sisa dari bencana tersebut yang dijadikan memorial. Dikarenakan oleh dasar budaya Jepang yang agak sedikit sentimentil dan memiliki kesan mendalam terhadap suatu hal dan tidak ingin mengenangnya lagi jika kejadian tersebut dianggap kurang baik. 
Sebagai contoh, disebuah kota pelabuhan yang bernama Kesennuma, disana terdapat sebuah kapal besar Kyotokumaru dengan bobot 330 ton yang sedikit lebih kecil dari PLTD Apung, namun apa yang terjadi? Pada awalnya masih terdapat pro dan kontra antara pihak yang ingin menyimpannya menjadi salah satu bukti kedahsyatan tsunami dan pihak lain yang merasa sedih, karena setiap melihat kapal tersebut akan mengingatkan mereka terhadap sanak keluarganya yang hilang. 
Untuk mengambil keputusan, pemerintah kota Kesennuma melakukan voting/jejak pendapat yang diikuti oleh seluruh warga kota, dan hasilnyapun sudah dapat ditebak dimana mayoritas (hampir 70%) masyarakat memnginginkan agar kapal besar itu untuk di demolish.
Memang banyak sekali pihak yang menyayangkan hasil keputusan warga kota Kesennuma, namun bagi mereka hidup haruslah terus berjalan dengan menatap masa depan, walaupun tidak ada lagi sisa-sisa bencana yang dapat dijadikan peringatan bagi generasi mendatang, yang mungkin dapat berpikir bahwa tsunami besar itu hanyalah dongeng belaka.

Kyokotomaru
Sumber Foto: AFP
.
Maka beruntunglah kita yang tinggal di Aceh, dimana masih terdapat banyak sekali memorial yang dapat memberi pelajaran kepada para penerus bangsa dan tentu saja situs –situs tsunami tersebut perlu dirawat dan dijaga bersama-sama.
Maket Kapal PLTD Apung
Sumber foto:Koleksi pribadi
Seperti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung, kapal seberat 2.600 ton milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) awalnya didatangkan ke Banda Aceh guna memenuhi pasokan listrik di Banda Aceh sebesar 10, 5 Megawatt. Dikarenakan sewaktu terjadi konflik di Aceh banyak menara listrik PLN yang dirobohkan menyebabkan pasokan listrik terganggu. 




PLTD Apung
Sumber foto: Koleksi pribadi
Pengunjung PLTD Apung
Sumber foto: Koleksi pribadi
Kapal yang memiliki luas 1.900 meter persegi dan panjang 63 meter ini terseret gelombang tsu
nami dari Pantai Ulee Lheue sejauh 5 km dan terdampar di Gampong Punge Blang Cut Kota Banda Aceh. Hingga kini PLTD apung tetap berada di tengah kota dan dijadikan monumen peringatan tsunami.

Kapal PLTD apung ini meski terkena terjangan ombak tsunami, kapal ini tetap utuh dan masih berbentuk seperti kapal besar pada umumnya
Untuk menunjang PLTD apung sebagai monumen  tsunami, pemerintah provinsi Aceh membuat taman edukasi di sekitar PLTD apung seluas 2 hektare. Taman edukasi ini dilengkapi dengan catatan-catatan informasi tsunami berikut foto-foto yang diabadikan saat bencana itu terjadi. Jembatan-jembatan juga dibangun agar pengunjung dapat menikmati wisata di PLTD Apung dari segala sisi.


Jembatan dan Prasasti jam bundar di lihat dari kapal apung
Sumber foto: koleksi pribadi

Tidak jauh dari PLTD, terdapat sebuah prasasti setinggi 2,5 meter.  Prasasti berbentuk jam bundar itu menunjukkan waktu jam 07.55WIB, tepat ketika gelombang tsunami menerjang Aceh. Pada miniatur gelombang tsunami juga terdapat gambar timbul berbentuk rumah dan orang hanyut tersapu tsunami.
Wisatawan lokal sedang berfoto di prasasti jam bundar
Sumber foto: Koleksi pribadi
Jam berkunjung PLTD Apung
Sumber Foto: Koleksi pribadi




Leyla Hana Ibu Rumah Tangga dengan Segudang Prestasi Nyata


 Leyla Hana tak sengaja aku menemukan namanya ketika browsing di internet mengenai pekerjaan yang cocok untuk ibu rumah tangga. Dia seorang  ibu rumah tangga yang memiliki tiga anak laki-laki yang sedang aktif-aktifnya. Namun hal itu tidak menghalanginya untuk berkarya terbukti belasan novel, antologi dan empat buku nonfiksi telah dihasilkannya.
Profilnya dua kali menghiasi tabloid nakita satu profilnya sebagai penulis novel, dan yang terbaru profil mbak Leyla Hana sebagai blogger yang berhasil memenangkan lomba blog Positive Parenting yang diadakan oleh Tabloid Nakita.


http://leylahana.blogspot.com/2013/12/resolusi-2014-sekolah-menulis-online.html#more tempat dia membagi semua ilmu yang dia punya selama 17 tahun menjadi penulis. Dia menuliskan sebuah resolusi di tahun 2014 untuk memiliki  Sekolah menulis Online dan Offline





saya terpikir untuk membuat sekolah menulis online dan offline yang benar-benar fokus mengajari mereka. Walaupun saya sendiri juga masih belajar, setidaknya ada sedikit ilmu yang bisa dibagi. Tentunya itu tidak instan, karena saya harus menyusun modul-modul pembelajaran agar target menulis satu buku untuk setiap peserta dapat tercapai. 

Semangat berbagi dan berkaryanya yang tinggi menginspirasi saya untuk mengikuti jejaknya sebagai penulis. Walau pun saya tidak pernah bertemu langsung dengan  mbak Leyla Hana, tapi karena beliau saya mulai menulis dan ngeblog, berbagi apa yang saya ketahui. Dan saya juga mulai memberanikan diri untuk mengikuti beberapa kompetisi menulis di usia saya yang ke 32 tahun. Mungkin sedikit telat untuk memulai menulis di usia seperti saya, tapi lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali.
Hasilnya walaupun saya tidak pernah menang GA sekali pun dari lomba ngeblog, tapi  dengan berani menulis, dua puisi saya masuk dalam buku catatan hati pengantin Asma Nadia yang terbaru, saya memiliki satu buah buku antologi puisi untuk negeri serta antologi cerpen pertama saya Aku ingin jadi pengantin oleh penerbit Diva press terbit serta .

Menjadi penulis banyak hal yang harus dipelajari, dengan menulis ternyata banyak hal yang bisa kita bagi. Seperti mbak Leyla Hana yang menyebarkan semangat menulisnya. 

Saturday, 12 April 2014

Paket "Wisata plus-plus" di Banda Aceh


Mungkin ada  yang belum tahu kalau  ternyata Banda Aceh sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat segala  kegiatan ekonomi, politik, sosial, budaya dan pariwisata ternyata mempunyai "paket wisata plus-plus" lho, kok bisa, Nggak percaya? 
Kamu pasti akan menuduhku kurang ajar, masa  ibukota Provinsi Aceh yang dikenal sebagai Serambi Mekkah dan menerapkan syariah Islam punya paket wisata begituan. Makanya, datang dong ke kotaku, buktikan dan rasakan sendiri paket"wisata plus-plus" di Banda Aceh.
Sekali dayuh dua tiga pulau terlewati. Mungkin peribahasa itu sangat tepat untuk menggambarkan "Wisata plus-plus di Banda Aceh". Eits, jangan negatif thingking dulu.  Kenapa aku  sebut " wisata plus-plus" karena berwisata ke banda Aceh seolah anda dimanjakan dengan paket lengkap wisata yang sarat khazanah budaya.
Dari wisata budaya, wisata sejarah, wisata tsunami, wisata religi, wisata bahari, wisata kuliner dan wisata belanja. "Plus-plus banget kan." Nggak salah kalau Banda Aceh menjadi tempat yang wajib untuk kamu kunjungi karena pesona alam, budaya dan religinya sangat kental sekali terasa.
Berkunjung ke Banda Aceh akan menjadi pengalaman berharga karena banyak hal yang dapat dipelajari dari sejarah, budaya dan tak ketinggalan kulinernya yang bikin lidah berdansa. Biar kamu nggak penasaran Berikut ini adalah beberapa tempat  yang wajib kamu kamu kunjungi  di Banda Aceh.

Mesjid Raya Baiturrahman
Mesjid ini merupakan salah satu mesjid yang terindah di Indonesia. Terletak di pusat kota Banda Aceh Dengan luasnya mencapai 4.760 m dapat menampung hingga 9000 jama'ah. Memiliki tujuh buah kubah, empat menara dan satu menara induk serta ruangan dalamnya yang dilapisi lantai marmer, buatan Italia. Membuat sejuk dan betah berlama-lama ketika berada di dalam Mesjid.


Mesjid Raya Baiturrahman di kala malam hari
Sumber foto : Koleksi pribadi

Pinto Khop Putroe Phang
Dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Pinto Khop berbentuk kubah ini merupakan pintu penghubung antara istana dan Taman Putroe Phang. Disini biasanya Putri Phang beristirahat setelah lelah berenang, letaknya tidak terlalu jauh dari gunongan

Pinto Khop Putroe Phang
Sumber foto: Koleksi pribadi

Kerkhof Peutjoet
Kerkhop merupakan kuburan tentara Belanda  yang  meninggal dalam pertempuran dengan masyarakat  Aceh. Kerkhof sendiri berasal dari bahasa Belanda yang artinya kuburan, sedangkan Peutjoet berasal dari kata Pocut (putra kesayangan) Sultan Iskandar Muda yang dihukum oleh ayahnya sendiri, karena  melakukan kesalahan fatal dan dimakamkan di tengah-tengah kuburan ini.
Kerkhof, kuburan untuk tentara Belanda dan warga sipil
 yang meninggal dalam perang Aceh
Sumber foto: Koleksi pribadi
Pada relief dinding gerbang makam tertulis nama-nama serdadu yang Belanda yang meninggal dalam pertempuran dengan masyarakat Aceh (Setiap relief ada 30 nama). Sekitar 2200 tentara Belanda termasuk 4 jenderalnya sejak tahun1883 hingga 1940 an dikuburkan di sini.Diantara para serdadu Belanda tersebut ada beberapa nama prajurit Marsose yang berasal dari Jawa ditandai dengan identitas IF (inlander fuselier) di belakang namanya, prajurit dari Ambon dengan tanda AMB, prajurit dari Manado dengan tanda MND, dan serdadu Belanda dengan tanda EF/f.
Pintu gerbang Kerkhof. Pada relief dindingnya tertulis nama-nama
serdadu Belanda  yang tewas dalam pertempuran di Aceh
Sumber foto: Koleksi pribadi


Museum Tsunami
Dibangun di pusat Kota Banda Aceh kira-kira 1 km dari Mesjid Raya Baiturahman. Adapun fungsi Museum Tsunami Aceh ini adalah sebagai objek sejarah sekaligus menjadi pusat penelitian dan pembelajaran tentang bencana tsunami. 


Monumen Pesawat RI-1 
Pesawat Seulawah yang dikenal RI-1 dan RI-2 merupakan bukti nyata dukungan yang diberikan masyarakat Aceh dalam proses perjalanan Republik Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya. Pesawat Seulawah merupakan cikal bakal Maskapai Garuda indonesia Airways disumbangkan melalui pengumpulan harta pribadi masyarakat dan saudagar  aceh sehingga seluruh Wilayah Republik Indonesia dapat direbut kembali.




Kapal di  atas Rumah
Kapal Tsunami Lampulo
Sumber  Foto: koleksi pribadi


Sebuah kapal nelayan yang tersangkut di atas sebuah rumah  penduduk di daerah Lampulo. Kapal kayu dengan panjang 25 meter dan lebar 5,5 meter ini telah menyelamatkan nyawa 59 orang dari terjangan tsunami karena kapal ini. Situs ini tetap dipertahankan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh untuk mengenang Musibah Tsunami yang melanda  Kota Banda Aceh pada 26 Desember 2004.


PLTD Apung
Kapal  dengan berat 2600 ton ini terdampar  4 km dari pesisir pantai  di tengah pemukiman penduduk memberikan gambaran bertapa dashyatnya  Tsunami tersebut Dengan luas ± 2 Ha

PLTD Apung, Punge Banda Aceh
Sumber Foto: Koleksi pribadi
Hutan Kota BNI Banda Aceh
Terletak di desa Tibang, Kec. Syiah Kuala di dekat lokasi wisata Alue Naga.Hutan  kota ini dibangun atas kerja sama Pemko Banda Aceh, BNI, Yayasan Bustanussalatin serta masyarakat Tibang sendiri. Lahan rawa ini disulap menjadi Hutan dengan berbagai macam tumbuhan. Terdapat 150 jenis pepohonan  yanga ada di Hutan ini  dengan jumlah total 3500 pohon termasuk tanaman buah dan tanaman langka.
Fasilitas di Hutan kota ini meliputi jalur pejalan kaki, jembatan tajuk pohon (Ramp Canopy  Trail), jembatan atas bakau (Mangrove Boardwalk), area pepohonan, kolam bakau dan pembibitan ikan, taman tematik dan taman kontemplasi.


Jembatan masuk menuju hutan kota
Sumber foto:Koleksi pribadi

Wisata Bahari
Pantai-pantai di BandaAceh tak kalah bagusnya dengan pantai lain yang ada di luar negeri atau pantai di Bali seperti pantai Pantai Ulee Lheue, Pantai Kampung Jawa dan Pantai Alue Naga. Pantai-pantai ini sangat asyik untuk dijadikan lokasi memancing, atau sekedar menikmati sunset.
Pantai Kampung Jawa
Nelayan menarik pukat di Kampung Jawa
Sumber foto: Koleksi pribadi
Selain bisa bermain dengan ombak, memancing dan menikmati sunset kita bisa menikmati aktivitas para nelayan yang sedang menarik pukat setiap sore hari.di Kampung Jawa
Bermain dengan ombak di pantai Kampung Jawa
Sumber foto:Koleksi Pribadi
Orang Aceh sangat sopan dan santun. Pakaian renang, seperti budaya orang barat dianggap tidak pantas. Pakailah celana pendek ketika berenang, untuk kaum wanita memakai baju kaos lebih baik.
Pantai Alue Naga sangat pas untuk menikmati sunset sambil memancing
Sumber foto: Koleksi pribadi
Sunset di Ulee Lheue
Sumber foto: Koleksi pribadi

Dan masih banyak lagi obyek wisata menarik yang bisa dikunjungin di Banda Aceh, seperti Gunongan, Kuburan massal Ulee Lheue, Makam Sultan Iskandar Muda, Makam Kandang, Blang Padang, Museum Aceh, Pendopo dan masih banyak lagi. Penasarankan...so, tunggu apalagi ayo ke Banda Aceh.

Nikmati Liburan Cepat dan Praktis Bersama Whoosh & BRImo: Hemat Waktu, Lebih Banyak Kesempatan Menang Hadiah!"

  Di era modern ini, perjalanan antar kota menjadi lebih mudah, nyaman, dan efisien berkat hadirnya kereta berkecepatan tinggi Whoosh.  T ak...