Showing posts with label museum tsunami. Show all posts
Showing posts with label museum tsunami. Show all posts

Thursday, 17 April 2014

Museum Tsunami Sebuah Maha Karya untuk Masa Depan

Museum Tsunami dengan konsep Rumoh Aceh as Escafe Hill
Sumber foto:Koleksi pribadi

Tsunami. Kata itu begitu asing di teligaku hingga aku melihat dan merasakannya sendiri dahsyatnya Tsunami di Banda Aceh 26 Desember 2004. Saat itu aku sedang berada di wartelku di jalan T. Nyak Arief dekat  asrama haji. Tiba-tiba saja terjadi  gempa.

Tanpa ada yang mengkomando semua orang keluar dari bangunan dan diam di halaman rukonya masing-masing. Gempa kali ini berlangsung lumayan lama sekitar 5-7 menit, goncangannya sangat kuat bahkan untuk berdiri tegak pun tak bisa tanpa ada penopang.

Setelah gempa selesai, semua orang kembali  melakukan aktivitasnya seperti biasa termasuk aku (Aceh memang rawan gempa, jadi sepertinya semua orang sudah terbiasa dengan gempa). Tetanggaku  berinsiatif mersurvey keadaan sekeliling, ternyata banyak juga  bangunan yang roboh akibat gempa terutama bangunan ruko.

Tak lama kemudian, tiba-tiba saja ada orang yang berteriak “air laut naik, air laut naik.” Laut dimana, kita dimana. Itu pertama kali yang terlintas di kepalaku. Tapi belum lagi habis heranku tiba-tiba saja ada air berwarna hitam pekat  langsung menerjang pom bensin Jeulingke serta menyeret mobil yang terparkir di depannya hingga  terbalik dan terhempas ke pagar asrama haji.

Aku tak tahu bagaimana nasib orang yang berada di pom bensin atau di asrama haji. Karena lagi-lagi tanpa dikomando semua orang yang melihat kejadian itu langsung mencoba menyelamatkan diri dengan lari menjauh dari air tsunami menuju prada.
Saling dorong dan ada juga yang menendang itu yang kurasakan ketika berlari  lebih tepatnya  berjalan cepat menyusuri jalan di prada ketika tsunami terjadi. Semua panik dan tentu saja ingin selamat. Walau pun kawasan peurada juga sebenarnya  tidak cukup aman. Karena air mengepung daerah  ini dari  dua arah Lamyong dan Tibang. 

Akhirnya setelah  bersusah payah berdesak-desakan di sepanjang jalan di  prada. Sampai juga aku ke rumah. Segera aku menyuruh semua keluargaku  untuk mengungsi karena air laut naik, awalnya mereka tidak percaya tapi melihat semua orang yang lewat depan rumah kami seperti orang ketakutan dan terburu-buru mereka mengikuti saranku.

Aku tak tahu tetangga-tetanggaku apa semuanya sudah mengungsi atau belum, keadaan hari itu   hampir semua orang sibuk memikirkan keselamatan dirinya sendiri. Aku dan keluargaku orang terakhir yang mengungsi di lorong Durian peurada utama,  air tsunami hanya berjarak kurang lebih dua meter  tepat di belakang. Jujur kami tidak tahu harus mengungsi kemana.

Jalan menuju Lamgugob juga sudah ditutup ada dua orang hansip yang berjaga dan mengarahkan kami ke lorong kelapa, katanya Lamgugob juga sudah naik air dari Lamyong. Bingung masih melanda kemana kami harus mengungsi, kami melangkah mengikuti jejak-jejak kaki orang-orang  yang berada di depan kami menuju Mesjid di lrg. Kelapa.
Selama di Mesjid berkali-kali gempa terus terjadi dan bangunan di lantai satu mulai penuh dengan air. Ketakutan dan pasrah berbaur menjadi satu. Apakah bangunan mesjid ini tidak akan roboh? Apakah air tsunami itu akan terus naik hingga ke lantai dua? Kudengar semua orang berdoa dan adzan dikumandangkan. Semua orang yang mengungsi di mesjid memiliki sorot mata yang sama pasrah hanya itu bisa yang kami lakukan.

Itu hanya sepenggal ceritaku  dan kepanikan yang terjadi ketika tsunami. Ternyata gempa yang berpusat di 32 kilometer dari Pantai Meulaboh  dan berkekuatan 8,9 skala Richter  telah  memicu gelombang lebih dari 30 meter, berdampak  ke 14 negara dan  menewaskan 230.000 orang yang lebih darii separuhnya dari Aceh  (kompas.com). 


Harusnya Indonesia sebagai negara yang berada pada lempengan bumi yang sangat rentan  akan terjadinya bencana gempa atau “Ring of Fire” membuat kurikulum khusus mengenai bencana dan cara menghadapinya sejak dini di sekolah-sekolah seperti yang dilakukan Jepang. Dengan harapan dapat memperkecil angka kematian  ketika terjadi  bencana. Bencana tidak dapat dicegah namun dampaknya dapat diminimalisir.
Maket Museum Tsunami
Sumber foto: Koleksi pribadi

Untuk mengenang kembali bencana alam tsunami yang maha dashyat di Nanggroe Aceh Darussalam dibangun "Museum Tsunami Aceh." Museum ini dibangun selama masa Rekonstruksi Aceh  melalui sayembara desain,   museum ini memiliki banyak fungsi antara lain:
1.    Sebagai objek sejarah, dimana museum tsunami akan menjadi pusat penelitian dan pembelajaran mengenai bencana tsunami.
2.    Sebagai simbol kekuatan masyarat Aceh dalam menghadapi bencana tsunami.
3.    Sebagai warisan kepada generasi mendatang bahwa di daerah Aceh pernah terjadi tsunami.
4.    Untuk mengingatkan bahaya bencana gempa bumi dan tsunami yang menguncang wilayah Indonesia.
5.    Sebagai pusat evakuasi jika bencana tsunami datang  atau sebagai escafe building
Museum Tsunami Aceh yang dibangun dengan konsep design "Rumoh Aceh as escape hill" hasil karya Ridwan Kamil atau lebih dikenal dengan nama Pak Emil, merupakan proyek paling emosional yang sangat sulit baginya, karena merancang Architecture of Meaning dan dalam pengerjaan desainnya  beliau menginginkan rancangan yang penuh makna baik itu di dinding, kolom, ornamen maupun di setiap gelap-terang ruangnya.



Jalan masuk Museum Tsunami
Sumber foto: Koleksi pribadi
Beliau melakukan pengamatan sebelum mendesain dan menemukan fenomena bahwa masyarakat Indonesia jarang mengunjungi museum, jadi beliau merancang sebuah museum yang juga menjadi hangout space sehingga setiap saat ramai dikunjungi masyarakat. 

Museum tsunami ini terdiri dari 4 struktur lantai. Lantai basement menggambarkan ruang terbuka yang menggambil ide dasar dari rumah panggung Aceh sebagai contoh kearifan masa lalu dalam merespon tantangan dan bencana alam.

Ruang terbuka ini dapat dimanfaatkan  sebagai ruang publik dan jika terjadi banjir atau tsunami, maka laju air yang datang tidak akan terhalangi. Lantai dua tempat untuk mengetahui tsunami secara sains agar masyarakat bisa terdukasi bila di kemudian hari terjadi tsunami lagi. Rooftop bagian atas bangunan ini merupakan tempat evakuasi yang mampu menampung 1000 orang saat tsunami datang.

Museum ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 Februari dengan 55 koleksi di dalamnya berupa 7 unit maket, 22 unit alat peraga dan 26 buah foto atau lukisan yang menggambarkan keadaan tsunami aceh. Sejumlah koleksi ruang simulasi gempa, alat peraga rumah tahan gempa dan rumah tak tahan gempa serta alat perga gelombang tsunami juga terdapat di sini.



Alat simulasi gempa di Museum Tsunami 
Sumber foto: Koleksi pribadi

    Alat peraga sangat membantu memberi gambaran mengenai tsunami
                               Sumber foto: Koleksi pribadi
Dari arah luar terlihat museum tsunami ini menyerupai kapal dengan sebuah mercusuar berdiri di atasnya, Dengan dinding interiornya yang menggambil filosofi tari saman untuk menunjukan  konsep hubungan manusia dengan manusia (hablumminannas) dalam Islam. Sedangkan interior museum tsunami menggambil filosofi sebagai berikut:
Space of Fear (Lorong Tsunami) 


  Tsunami passage Museum Tsunami
    Sumber foto: Koleksi pribadi
Ketika pertama kali kita memasuki ruangan museum kita akan disambut oleh suara gemuruh air dari tsunami passage. Area penerima ini  berupa koridor sempit dengan panjang 30 m dan tinggi hingga 19-23 m melambangkan tingginya gelombang tsunami yang terjadi tahun 2004 silam. Gemuruh air mengalir di kedua sisi dinding museum dan cahaya remang-remang cenderung gelap mendeskripsikan rasa takut pada saat terjadinya tsunami. Ruangan ini sangat sulit diabadikan dengan kamera karena pencahayaannya yang sedikit dan percikan air dari kedua koridor ini takutnya akan merusak kamera.
Space of Memory 




                                
                                      Memorial Hall  Museum Tsunami
                               Sumber foto: Koleksi pribadi

Memorial Hall atau ruang kenangan merupakan area bawah tanah yang dilengkapi dengan 26 monitor sebagai lambang dari kejadian tsunami yang melanda Aceh. Sebanyak 40 gambar yang ditampilkan dalam bentuk slide  berupa foto para korban dan lokasi bencana yang melanda Aceh. Ketika memasuki ruang dengan dinding kaca ini pengunjung  seolah-olah  tengah berada di dalam laut, dilambangkan dengan dinding-dinding kaca yang menggambarkan luasnya dasar laut, monitor-monitor di dalam ruangan menggambarkan batu di dalam air dan pencahayaan  dari lubang-lubang sh reflecting pool yang berada di atasnya sebagai cahaya dari atas permukaan air yang masuk ke dasar laut.
Space of Sorrow (Ruang Sumur Doa) 


Blessing Chamber Museum Tsunami
Sumber foto: Koleksi pribadi
Blessing Chamber, area ini merupakan ruang transisi sebelum memasuki ruang-ruang kegiatan non memorial. Ruangan  ini berbentuk silinder menyerupai sumur dengan cahaya remang  dan terdapat kurang lebih 2000 nama-nama korban tsunami terpatri di dindingnya.  Ruangan ini difilosofikan sebagai kuburan massal tsunami dan dianjurkan pengunjung yang memasuki ruangan ini mendoakan para korban menurut agama dan kepercayaan masing-masing.


Space of Hope Museum Tsunami
Sumber foto: Koleksi pribadi
Ruangan ini juga menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhannya( hablumminallah) yang dilambangkan dengan kaligrai Allah yang tertera di atas cerobong The light of God dan lantunan ayat-ayat Al-Qur'an mengingatkan bahwa setiap manusia pasti akan kepala Allah (penciptanya).

Space of Confuse (Lorong Cerobong)
 Lorong ini didesain dengan lantai berkelok dan  dan tidak rata sebagai bentuk filosofi rasa bingung dan putus asa ketika tsunami terjadi. Bingung hendak menyelamatkan diri kemana, bingung kehilangan sanak keluarga dan harta benda. lorong gelap yang membawa pengunjung menuju ke atrium yang penuh cahaya melambangkan  harapan baru masyarakat Aceh ketika dalam memulihkan kondisi fisik dan psikologi  usai bencana yang mengalami trauma dan kehilangan besar.


Space of confused Museum Tsunami
Sumber foto:Koleksi pribadi
Space of Hope (Jembatan Harapan)
54 bendera negara di Museum tsunami
Sumber foto:Koleksi pribadi
Atrium of Hope, area ini berupa ruang atrium yang besar sebagai simbol dari harapan dan optimisme menuju masa depan yang lebih baik. Pengunjung akan menggunakan ramp untuk melintasi kolam. Pengunjung dapat melihat 54 bendera dari 54 negara yang ikut membantu Aceh pasca tsunami, jumlah bendera sama dengan jumlah batu yang tersusun di pinggir kolam. Di setiap bendera dan batu terdapat kata "Damai" dengan bahasa dari masing-masing negara.

Bendera negara di batu dan di skylight Museum Tsunami
Sumber foto:koleksi pribadi
Atrium hope Museum tsunami
Sumber foto:Koleksi pribadi
Dengan tidak mengenakan biaya masuk alias gratis, museum ini selalu ramai dikunjungi wisatawan, baik dari dalam dan luar negeri.  bahkan menjadi salah satu spot yang cukup populer bagi fotografer prewedding. amun sayang sekali, museum ini hanya buka dari hari senin-sabtu, sedangkan dihari minggu tutup. Padahal dihari minggu merupakan hari dimana para pekerja libur dan merupakan hari wisata bagi keluarga.

"Bencana tidak bisa dihadang tapi kita bisa mengantisipasi dampaknya berdasarkan pengalaman bencana sebelumnya. Kita tidak tahu kapan terjadi bencana, tapi kita bisa mempersiapkan diri dengan pengetahuan"



Tips Liburan Seru Tanpa Drama di Banda Aceh

  Menikmati kopi di salah satu sudut di Kota Banda Aceh           Siapa yang tidak sabar menunggu liburan datang? Libur akhir tahun adalah m...