Showing posts with label disaster. Show all posts
Showing posts with label disaster. Show all posts

Tuesday, 15 July 2014

Lesson from Disaster


We should take to heart the lessons of past disasters to prepare for future disasters. Torahiko Terada (1878-1935)
  
Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) ancaman bahaya  atau bencana ini dibedakan menjadi lima kelompok yaitu:
  1. Bahaya/bencana beraspek geologi, seperti: gempa bumi, tsunami, gunung api, dan tanah longsor.
  2. Bahaya beraspek biologi, seperti wabah penyakit, hama dan penyakit tanaman dan hewan/ternak.
  3. Bahaya beraspek teknologi, seperti: kecelakaan transportasi, kecelakaan industry dan kegagalan teknologi.
  4. Bahaya beraspek lingkungan, seperti: kebakaran hutan, kerusakan lingkungan, pencemaran limbah.
  5. Bahaya beraspek sosial seperti kerusuhan, tawuran antar warga atau kelompok dan perang.
Indonesia merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia demikian menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR; Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana). Karena secara geografis Indonesia terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Indonesia juga termasuk dalam wilayah cincin api ( Ring of Fire)
Tidak hanya bencana alam, bencana non alam seperti kebakaran hutan, epidemi penyakit serta bencana sosial yang diakibatkan serangkaian peristiwa oleh  ulah manusia berupa konflik sosial antar kelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan yang tterus menghantui.
Faktanya meski sudah tahu negeri kita tercinta ini rawan bencana tapi pengetahuan masyarakat mengenai kesiap siaga bencana masih minim sekali. Padahal peranan masyarakat itu sangat penting dalam mendukung  berbagai kegiatan pengurangan resiko bencana yang dijalankan pemerintah setempat guna mewujudkan kota siaga yang masyarakatnya mampu mencegah, melakukan mitigasi dan siap siaga menghadapi bencana.
Seperti di Aceh salah satu kota di nusantara yang dikenal dengan sebutan Serambi Mekkah ini, berpotensi terhadap bencana alam, non alam dan sosial. Beberapa bencana alam dimulai dari angin puting beliung, tanah longsor, banjir, gempa bumi, letusan gunung api hingga tsunami pernah terjadi di daerah ini.


Penanaman kembali hutan bakau sebagai zona penyangga untuk  mengurangi
daya rusak tsunami  sumber foto: Koleksi pribadi 
Namun seolah  lupa mengkisahkan pada generasi selanjutnya bencana yang  pernah terjad, sehingga kurangnya antisipasi dari ancaman bahaya tinggal di daerah rawan bencana. Bencana yang terjadi dianggap  sudah takdir yang Kuasa  dan manusia tidak bisa berbuat apa-apa. 
Padahal, jika mau bersungguh-sungguh mengatasi masalah dan tidak hanya pasrah kita bisa memulai dengan hal yang mudah seperti storytelling pada anak-anak atau dengan pendidikan bencana dari usia dini seperti yang dilakukan di Jepang.
Hingga akhirnya  kita baru sadar dan  mulai  bebenah setelah gempa  9,1 SR terjadi menyebabkan Tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang tercatat sebagai salah satu gempa terbesar yang pernah terjadi sejak tahun 1900 menurut US Geological Survey  yang membuat seluruh mata dunia tertuju ke Indonesia.
Ada beberapa faktor penyebab banyaknya korban jiwa dan harta saat bencana gempa dan Tsunami,  tiap kawasan terdapat perbedaan, namun dapat dirangkum penyebabnya sebagai berikut:

  • Faktor kesadaran /pengetahuan warga terhadap bencana. Warga tidak menyangka/mengetahui akan datangnya Tsunami, sehingga setelah terjadi gempa sebagian warga masuk lagi ke dalam rumah. Warga yang berada di luar rumah, melihat banyaknya warga desa lain berlarian tidak tahu apa yang harus dilakukan.Sebagian warga tidak percaya informasi peringatan (teriakan) bahwa Tsunami datang. Warga yang tersadar akan datangnya Tsunami sudah tidak cukup waktu untuk menyelamatkan diri karena Tsunami sudah masuk ke desa.
  • Jauh dan minimnya tempat yang tinggi sebagai tempat penyelamatan.
  • Tidak adanya jalan tembus ke desa tetangga yang jauh dari arah gelombang Tsunami, kalaupun ada jaringan jalan terlalu sempit, arah jalan yang memutar terlalu jauh danberkelok sehingga tidak bisa cepat menuju tempat penyelamatan.
  • Jaringan jalan desa yang relatif sempit, berkelok dan jalan buntu atau banyak permukiman yang tidak terakses jalan, sehingga banyak warga yang terjebak, terhimpit dan lain-lain.
  • Tidak tersedianya tempat penyelamatan berupa tempat yang tinggi untuk menghindari tsunami ataupun lahan terbuka untuk menghindari gempa.

Kebun warga  di kawasan Desa Ruyung Aceh Besar yang bisa dijadikan bukit evakuasi hanya
 saja terkendala kepemilikan sehingga tidak bisa untuk akses bersama Sumber foto: Koleksi pribadi

  •    Tidak adanya penghalang untuk meredam bongkahan bangunan, pohon-pohon dan lain-lain yang terbawa gelombang tsunami.


    Jalan menuju bukit evakuasi di desa Ruyung yang lebarnya 
    kurang memadai untuk dijadikan jalur evakuasi 
    Sumber foto: Koleksi pribadi
    Seolah mimpi buruk potret suram kehidupan di Aceh  menjelma dimana-mana. Daerah  Aceh yang terkena dampak langsung tsunami seperti kota mati dengan mayat disana-sini, tak berpenghuni karena listrik dan air juga tak ada, belum lagi trauma yang hinggap yang tak kunjung sirna. Semua serba tak pasti akibat belum adanya kepastian atas ketersediaan ruang hidup yang layak untuk masyarakat.
    Survey untuk menyesuailan data yang ada dengan kondisi yang sebenarnya
    di lapangan guna menghasilkan masterplan desa dan profil desa yang akurat
    Sumber  foto:Koleksi pribadi

    Hingga akhirnya bantuan dari berbagai Negara diberikan untuk Aceh. Untuk  membuat Aceh bangkit. Dimulai dengan membangun kembali pemukiman yang telah hancur melalui perencanaan yang matang dengan melibatkan langsung semua masyarakat desa  tua muda, pria wanita, kaya miskin, orang sehat maupun orang cacat dalam perencanaan.
    Musyawarah desa membahas penataan gampong di Desa Ruyung
    Sumber foto: Koleksi pribadi

    Perencanaan atau penataan desa itu terdiri dari:
    • Perencanaan  fasilitas umum dan fasilitas sosial
    • Pemanfaatan lahan(tata guna lahan)
    • Fasilitas penyelamatan (gedung, bukit dan jalur-jalur penyelamatan)
    • Prasarana jalan
    Perencanaan ini juga sebaiknya mempertimbangkan peningkatan kualitas hidup (sosial, budaya dan ekonomi) warga desa. Partisipasi warga disini sangat penting untuk memberikan informasi tentang desa, menyampaikan keinginan/kebutuhan warga, menyampaikan usulan, memberi persetujuan, mengawasi dan menjaga pembangunan. 
    Perencanaan  fasilitas umum dan fasilitas sosial
    desain saya sendiri

    Dengan perencanaan yang melibatkan partisipatif warga diharapkan bisa mempercepat proses pembangunan desanya dan para donatur yang ingin membantu tidak perlu mencari data-data lagi karena sudah dirangkum dalam buku dan peta perencanan desa yang telah dirancang bersama.


    Barak pengungsi Tsunami
    Sumber foto: Koleksi pribadi
    Namun masalah tak hanya sampai disitu setelah bantuan datang pun timbul masalah baru yaitu ketidakpuasaan sebahagian warga terhadap kualitas rumah bantuan yang diterima dibandingkan dengan rumah bantuan  warga lain dari donatur lain. Hal ini terjadi karena tidak ada standar rumah bantuan yang sama baik model, besar rumah dan kualitas yang berbeda sehingga timbul kencemburuan sosial terhadap bentuk bantuan yang beragam.
    Bentuk rumah bantuan  untuk korban tsunami
    di kawasan Pasi Beurandeh
    Sumber foto: koleksi pribadi

    Bentuk  rumah bantuan untuk korban Tsunami di Desa Ruyung
    Sumber foto: Koleksi pribadi
    Tentu saja mereka bersyukur menerima bantuan tapi fithrah manusia pasti ingin mendapatkan yang terbaik. Masalah lainnya sanitasi di perumahan yang dibangun sepertinya kurang efektif karena terjadi penurunan muka tanah jadi ketika air pasang naik dan  sebentar saja hujan deras  kawasan desa tergenang air.
    Kualitas kayu yang tidak sesuai standar untuk ventilasi jendela
     di salah satu  rumah bantuan korban tsunami
    Sumber foto: Koleksi pribadi
    Kualitas kayu kurang bagus pada atap di salah satu rumah bantuan
    Sumber foto: Koleksi pribadi 
    Belum lagi masalah bantuan yang penyalurannya tidak merata serta pembebasan lahan untuk membuat rumah bagi korban tsunami yang tempat tinggalnya tidak layak huni lagi. Betapa kompleksnya permasalah yang ada. Andai saja kita telah dilatih menyiapkan diri menghadapi bencana mungkin permasalahan yang timbul tidak serumit ini.


    Drainase yang tidak berfungsi dengan baik  karena penurunan
    permukaan tanah di Desa Pasi Beurandeh  sumber foto: Koleksi pribadi

    Memang secara alamiah semua orang mempunyai naluri dalam menyelamatkan diri dari bahaya. Namun, dengan memahami cara-cara menghadapi bencana alam secara  cerdas dan sistematis maka risiko bencana dapat ditekan  serendah mungkin dengan meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek  dalam pengurangan resiko bencana.
    Untuk tahap awal kita bisa memulai dengan mengadakan penyuluhan dan pendidikan bencana dengan penyebaran informasi mengenai jenis bencana, potensi bencana, dampaknya dan cara-cara penanggulangannya.
    Penyebaran informasi ini bisa dilakukan dengan menggunakan sarana dan fasilitas alat komunikasi, seperti HP, internet, radio, televisi, media cetak, begitu juga media dan forum lainnya, jika perlu ada kurikulum khusus di sekolah-sekolah mengenai cara-cara menghadapi bencana.

    Sekalipun teknologi dan peradaban sudah maju pesatnya, namun tak bisa menolak datangnya bencana. Bencana memang bisa diprediksi, namun tak bisa diperkirakan kapan tepatnya datang bencana tersebut.  Namun kita bisa mengantisipasi dampaknya dengan  dasar-dasar ilmu yang kita miliki  untuk mengurangi resiko bencana.

    Referensi:
    http://www.tdmrc.org

    Tulisan ini diikutsertakan dalam



    Nikmati Liburan Cepat dan Praktis Bersama Whoosh & BRImo: Hemat Waktu, Lebih Banyak Kesempatan Menang Hadiah!"

      Di era modern ini, perjalanan antar kota menjadi lebih mudah, nyaman, dan efisien berkat hadirnya kereta berkecepatan tinggi Whoosh.  T ak...