Beberapa hari lagi adalah hari ulang tahunku. Moment penting dalam hidupku untuk melakukan muhasabah diri. Kusadari satu hal yang tak pernah berubah dari dulu hingga kini dalam hidupku yaitu dukungan darimu.
Rasanya baru kemarin aku menggunakan seragam putih merah ketika kau menasehatiku untuk mempunyai prinsip dalam hidup.
"Jangan selalu mengikuti orang lain. Kalau orang lain terjun ke dalam sumur apakah kamu akan terjun ke dalam sumur juga?" Contoh sederhana yang sangat mengena bagiku. Sejak saat itu aku berhenti menjadi orang lain dan mulai menjadi diriku sendiri.
Ketika pembagian rapot SMP tiba, wali kelas memberitahu tingkah lakuku di kelas padamu. Aku terlalu pendiam, penakut dan pemalu. Kau coba bangkitkan rasa percaya diriku. "Jangan menunduk ketika sedang diajak berbicara. Lihat mata orang yang berbicara denganmu."
Aku ingat masa tersulit dalam keluarga kita, ayah. Ketika kau menolak kenaikan jabatanmu yang mengharuskan pindah ke daerah yang lebih jauh tanpa keluarga dan memilih pensiun dini demi bisa lebih dekat dengan keluarga.
Kehidupan baru pun dimulai. Dengan uang pensiunmu, kau membeli sebidang tanah di kampung halaman dan mencoba menjadi petani. Bukan pekerjaan mudah pastinya untukmu yang biasanya berdasi. Duduk dikursi kantor membaca berkas dan menandatanganinya.
Kehidupan baru pun dimulai. Dengan uang pensiunmu, kau membeli sebidang tanah di kampung halaman dan mencoba menjadi petani. Bukan pekerjaan mudah pastinya untukmu yang biasanya berdasi. Duduk dikursi kantor membaca berkas dan menandatanganinya.
Ayah, rasanya baru kemarin aku merenggek minta pindah sekolah. Ketika sepi melanda, teman-teman menertawai logatku yang berbeda dengan mereka. Kau besarkan hatiku dengan perkataanmu.
"Jangan dengarkan mereka yang menertawaimu, tunjukan sisi lain dari dirimu dengan prestasi. Kelak mereka yang akan mendekatimu untuk menjadikanmu seorang teman."
Maafkan aku ayah, yang terkadang tak mendengar nasehatmu. Ketika seorang perjaka menyatakan cinta dengan berurai air mata segera kuterima tanpa ada prasangka. Kau dengan tegas berkata.
"Lupakan dia yang hanya memanfaatkanmu saja, nanti kau kecewa" Kucari bukti untuk menunjukkan kau salah. Tapi waktu menjawab kaulah yang benar.
Maafkan aku ayah yang begitu lama menyelesaikan bangku kuliah,tapi doamu selalu menyertaiku sehingga aku dapat pekerjaan yang membanggakan meski aku belum sarjana.
Terima kasih ayah telah menyatukan kami dalam tali pernikahan. Ketika waktu mempertemukanku dengan jodoh, meski itu berarti aku tak bisa selalu menemanimu.
Terima kasih ayah kau masih mau menerimaku kembali tinggal dirumahmu. Ketika sakit mengandung anak pertama membuatku terbaring tak berdaya hingga tujuh bulan lamanya.
Semoga saja ayah, aku masih diberi waktu untuk bisa membuatmu bangga dan bahagia ayah. Seperti kau yang selalu menjadi kebanggaanku dan memberi kebahagian untukku
Segenap Cinta Ananda
Khairiah
"Jangan dengarkan mereka yang menertawaimu, tunjukan sisi lain dari dirimu dengan prestasi. Kelak mereka yang akan mendekatimu untuk menjadikanmu seorang teman."
Maafkan aku ayah, yang terkadang tak mendengar nasehatmu. Ketika seorang perjaka menyatakan cinta dengan berurai air mata segera kuterima tanpa ada prasangka. Kau dengan tegas berkata.
"Lupakan dia yang hanya memanfaatkanmu saja, nanti kau kecewa" Kucari bukti untuk menunjukkan kau salah. Tapi waktu menjawab kaulah yang benar.
Maafkan aku ayah yang begitu lama menyelesaikan bangku kuliah,tapi doamu selalu menyertaiku sehingga aku dapat pekerjaan yang membanggakan meski aku belum sarjana.
Terima kasih ayah telah menyatukan kami dalam tali pernikahan. Ketika waktu mempertemukanku dengan jodoh, meski itu berarti aku tak bisa selalu menemanimu.
Terima kasih ayah kau masih mau menerimaku kembali tinggal dirumahmu. Ketika sakit mengandung anak pertama membuatku terbaring tak berdaya hingga tujuh bulan lamanya.
Semoga saja ayah, aku masih diberi waktu untuk bisa membuatmu bangga dan bahagia ayah. Seperti kau yang selalu menjadi kebanggaanku dan memberi kebahagian untukku
Segenap Cinta Ananda
Khairiah