Saturday, 20 January 2024

Sepenggal Kisah Microsefali

 Usianya sekarang  satu tahun tiga bulan, berat badannya bertahan diangka yang sama sejak tiga bulan yang lalu. Membuatku sangat gusar, karena semua orang menyalahkanku atas tumbuh kembangnya yang tidak sesuai.

“Sebagai ibu harus kreatif menyediakan beragam menu, jika anaknya tidak mau makan bawa jalan-jalan, atau makan sambil bermain” begitu bulan lalu petugas POSYANDU dari PUSKESMAS memberi masukan untukku. Utusan dari Puskesmas kali ini berbeda dengan petugas bulan lalu.

“Sebaiknya si adik dibawa PUSKESMAS agar diberi susu” begitu saran petugas POSYANDU dari PUSKESMAS yang terlihat masih sangat muda itu. Petugas kali ini berbeda juga dengan petugas sebelumnya. 

Membuatku sangat gusar, seolah meremehkan diriku tak mampu membeli susu sehingga  bayiku  tak kunjung naik berat badannya.  

“Hanya susu yang diberikan? Jika hanya susu,  saya juga masih mampu untuk membelikan untuk anak saya tanpa harus ke PUSKESMAS,” semua orang terdiam mendengar jawabanku.

**** 

            Demi anakku, akhirnya kuputuskan untuk pergi ke PUSKESMAS untuk mengetahui apa langkah selanjutnya yang bisa ku ambil  agar berat badannya naik, tumbuh kembangnya bagus seperti anak lainnya.

            Setelah mendengar keluh kesahku, pegawai PUSKESMAS memberi aku surat rujukan agar anakku bisa bertemu spesialis anak khusus tumbuh kembang, beliau dokter tumbuh kembang terbaik di Banda Aceh ujarnya.

****

            Jam menunjukkan pukul delapan pagi, namun antrean pasien untuk registrasi secara offline sudah membludak, hingga sebagian mengantre sambil berdiri karena tidak kebagian tempat duduk. Pemandangan layaknya antrean orang mengantre tiket ke Sabang ketika liburan  selalu kudapati setiap kali  ke Rumah Sakit Zainoel  Abidin.

            Aku beruntung, tidak harus mengantre lama seperti mereka. Setiap harus berobat ke Rumah Sakit Zainal Abidin, aku menggunakan aplikasi Registrasi Online Pasien Poliklinik pada RSUD dr. Zainoel Abidin. Bagi pengguna smartphone Android aplikasi bisa diunduh melalui google play sedangkan untuk pengguna selain smartphone Android bisa mengunjungi link ini  https://rsudza.acehprov.go.id/registrasi/

            Dengan menggunakan aplikasi pendaftaran secara online baik pasien yang sudah terdaftar atau belum ini, benar-benar menghemat waktu.  Di mana, pasien mendaftarkan diri lewat aplikasi online, dan datang berobat hanya dengan membawa barcode atau kode booking yang nantinya bisa diakses di loket pendaftaran. Kita hanya perlu registrasi minimal dua jam sebelum kedatangan atau registrasi pada hari berkunjung paling lambat jam.14.00.


Registrasii online RSUZA

Dengan aktifnya sistem online, seluruh masyarakat Aceh yang telah menginstall aplikasi ini akan terhubung dalam sistem pelayanan dan bisa mendaftar tanpa harus hadir di rumah sakit. Dengan demikian, para dokter pun bisa dengan mudah memeriksa rekam medik pasien.

Registrasi selesai, kulangkahkan kakiku ke ruang poli anak tampak beberapa orang sudah duduk di sana menunggu nama anaknya dipanggil. Sebelum mengantre beberapa dokter koas akan  menanyai pertanyaan umum padaku. 

“Si adik sakit apa?”

“Dulu lahir normal atau secara Sesar?

“Si adik langsung menangis pas lahir atau tidak?”

“ Berapa berat badan waktu lahir? Panjangnya? Ukuran lingkar kepala? Sekarang kita timbang dulu yaa bu, Si Adik sambil kita ukur juga panjangnya dan lingkar kepalanya, ujar dokter koas itu ramah, sementara dokter koas yang lain mencatat dan membantu mempersiapkan timbangan dan meteran untuk anakku.

Nama anakku telah dipanggil, aku bertemu  dokter Thaib dan berkonsultasi dengannya sambil dokter membaca data yang diberi dokter koas, serta keterangan di surat rujukan dan kemudian mulai memeriksa anakku.

Bungsuku tidak berhenti menangis, karena dia tidak terbiasa dengan orang yang asing, dokter memeriksa sambil bertanya banyak hal padaku. “Apakah dia sudah bisa berdiri sendiri? Apa sudah berbicara? Apa sudah bisa berjalan?

Semua pertanyaan dokter kujawab dengan jawaban yang sama, tidak, belum.  Dia berdiri masih harus berpegang pada sesuatu sekitarnya. Dia belum bisa bicara hanya babbling tanpa arti, dia bisa jalan sambil berpegangan.

Dokter kemudian mengetuk lutut anakku menggunakan palu refleks, namun hasilnya tak sesuai harapan, refleks lutut anakku sangat lemah bahkan nyaris tak ada respons. Lingkar kepalanya pun cenderung  kecil dibanding anak seusianya.

Dokter menyarankan agar anakku melakukan serangkaian tes, mulai CT scan kepala, tes darah,  untuk diagnosa lebih pasti.

****

Akhirnya semua hasil tes telah keluar, anakku divonis mikrosefali, dan mengalami global development delayed. Itu salah satu sebab kenapa anakku terlambat bisa berdiri, berjalan dan berbicara.

Dokter menyarankan agar anakku bisa cepat berjalan bisa melakukan fisioterapi dan juga di rumah menggunakan alat-alat sederhana latih dia agar mau berjalan. Tidak perlu mahal, dengan mendorong kursi, mendorong galon saja bisa menstimulasi anak untuk bisa berjalan.

Untuk memastikan kenapa anakku belum bisa berbicara, dokter menyarankan untuk melakukan tes bera. 

Test Bera
Ruangan Test Bera

****

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Rumah sakit Zainal Abidin menjadi rumah kedua bagi kami saking seringnya kami berkunjung kemari. Anakku selain mikrosefali, global development delayed, juga memiliki permasalahan imun yang rendah sehingga dia sangat mudah sakit, serta masalah pencernaan, dimana anakku jarang sekali merasa lapar, itulah penyebab anakku berat badannya sulit untuk naik.

 

Lacto_B

Untuk permasalahan ini dokter meresepkan lacto b untuk anakku. Jika tidak menggunakan lacto-b ankku sama sekali tidak merasa lapar dan malas untuk makan, jika dia tidak makan bagaimana dia akan tumbuh dan berkembang.

Dalam resahku dengan diagnosa dokter, serta jadwal kontrol dokter, di ruang tunggu poli anak RSUZA  ada sosok wanita yang tak asing, dia sering melewati rumahku sambil menggendong anaknya yang terlihat tidak sehat kemanapun dia pergi. 

Aku beranikan diri untuk berkenalan dengannya. Namanya Dewi anaknya mengalami mikrosefali yang akut, belum bisa berjalan hingga usianya sepuluh tahun sehingga Dewi harus menggendong jika hendak pergi, atau terkadang dia menitipkan pada anaknya yang SMP jika dia ada di rumah, dan  Dewi pergi hanya sebentar saja.

Dewi tinggal tak jauh dari rumahku, tapi aku tak pernah sempat menyapanya karena kesibukanku sebagai ibu tiga anak yang masih kecil-kecil. Dewi telah berpisah dengan suaminya karena memiliki anak yang tak sempurna.

Mertuanya mengutuk Dewi sengaja membuat anaknya terlahir tak sempurna. Membuat hatinya terluka, mana Dewi tau anaknya akan terlahir seperti sekarang, tidak ada orang tua yang ingin anaknya menjadi cacat.

Tapi mertuanya tak mau mengerti, meski pernikahan Dewi dan anaknya telah memiliki si Sulung yang ganteng dan sholeh, tapi kehadiran si bungsu mencoreng nama baik keluarga.

Dewi hanya bisa pasrah ketika dia harus berpisah dengan suaminya. Tapi dia tetap bertahan dan berjuang untuk kelangsungan hidupnya dan anak-anaknya. Dewi menjadi buruh setrika di salah satu laundry.  Terkadang pakaian yang belum disetrika juga dia bawa pulang ke kontrakannya.

Hidup yang berat, dan perlakuan orang terhadapnya juga terkadang begitu kasar. Seorang tetangga pernah sengaja membanting pintu ketika Dewi lewat, seolah takut nasib sial Dewi akan menular padanya, atau Dewi mengemis.

Dewi sosok yang cantik dan tinggi dia juga sangat sayang pada anak-anaknya. Bisa saja Dewi mencampakkan anaknya dan menikah lagi tapi Dewi memilih untuk hidup menderita tetap melajang sambil terus menjaga anaknya. Tak tampak sedikitpun dia merasa malu memiliki anak berkebutuhan khusus.

Dewi terus bercerita sambil menyuap anaknya dengan sendok bayi. “Saya bangga dengan anak saya walau keadaannya seperti ini. Kakak juga jangan merasa  bangga dengan anak kakak. Apalagi kondisi anak kakak tak separah anak saya.”

Kata-kata Dewi membuatku menangis, beratnya bebanku ternyata ada yang lebih berat lagi dan dia mampu bersyukur dengan keadaannya. Sungguh membuatku malu.

Anakku microsefali ringan, anaknya microsefali berat. Anakku kejang hanya ketika demam, anaknya kejang hampir setiap saat. Anakku hanya timbangan berat badannya yang tidak naik, anaknya hanya tulang terbalut kulit tipis.

Tiba-tiba Anak Dewi kejang tanpa demam,  Dewi terlihat tegar dan berdoa sambil memeluk anaknya yang kejang..Membuatku semakin malu hati.  Kami terpaksa berpisah karena nama anakku telah dipanggil, dan kami tidak pernah bertemu lagi. Sepenggal kisah di ruang tunggu dari Dewi membuka mataku agar selalu bersyukur.

 

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah Berkunjung. Please tinggalkan jejak biar kenal