Usianya sekarang satu tahun tiga bulan, berat badannya bertahan diangka yang sama sejak tiga bulan yang lalu. Membuatku sangat gusar, karena semua orang menyalahkanku atas tumbuh kembangnya yang tidak sesuai.
“Sebagai ibu harus kreatif menyediakan beragam menu, jika anaknya
tidak mau makan bawa jalan-jalan, atau makan sambil bermain” begitu bulan lalu
petugas POSYANDU dari PUSKESMAS memberi masukan untukku. Utusan dari Puskesmas kali
ini berbeda dengan petugas bulan lalu.
“Sebaiknya si adik dibawa PUSKESMAS agar diberi susu” begitu saran petugas POSYANDU dari PUSKESMAS yang terlihat masih sangat muda itu. Petugas kali ini berbeda juga dengan petugas sebelumnya.
Membuatku sangat gusar, seolah meremehkan diriku tak mampu membeli
susu sehingga bayiku tak kunjung naik berat badannya.
“Hanya susu yang diberikan? Jika hanya susu, saya juga masih
mampu untuk membelikan untuk anak saya tanpa harus ke PUSKESMAS,” semua orang
terdiam mendengar jawabanku.
****
Demi anakku,
akhirnya kuputuskan untuk pergi ke PUSKESMAS untuk mengetahui apa langkah
selanjutnya yang bisa ku ambil agar berat badannya naik, tumbuh
kembangnya bagus seperti anak lainnya.
Setelah mendengar
keluh kesahku, pegawai PUSKESMAS memberi aku surat rujukan agar anakku bisa
bertemu spesialis anak khusus tumbuh kembang, beliau dokter tumbuh kembang
terbaik di Banda Aceh ujarnya.
****
Jam menunjukkan
pukul delapan pagi, namun antrean pasien untuk registrasi secara offline sudah
membludak, hingga sebagian mengantre sambil berdiri karena tidak kebagian
tempat duduk. Pemandangan layaknya antrean orang mengantre tiket ke Sabang
ketika liburan selalu kudapati setiap kali ke Rumah Sakit
Zainoel Abidin.
Aku beruntung,
tidak harus mengantre lama seperti mereka. Setiap harus berobat ke Rumah Sakit
Zainal Abidin, aku menggunakan aplikasi Registrasi Online Pasien Poliklinik
pada RSUD dr. Zainoel Abidin. Bagi pengguna smartphone Android aplikasi bisa
diunduh melalui google play sedangkan untuk pengguna selain smartphone Android
bisa mengunjungi link ini https://rsudza.acehprov.go.id/registrasi/
Dengan
menggunakan aplikasi pendaftaran secara online baik pasien yang sudah terdaftar
atau belum ini, benar-benar menghemat waktu. Di mana, pasien mendaftarkan
diri lewat aplikasi online, dan datang berobat hanya dengan membawa barcode
atau kode booking yang nantinya bisa diakses di loket pendaftaran. Kita hanya
perlu registrasi minimal dua jam sebelum kedatangan atau registrasi pada hari
berkunjung paling lambat jam.14.00.
Dengan aktifnya sistem online, seluruh masyarakat Aceh yang telah
menginstall aplikasi ini akan terhubung dalam sistem pelayanan dan bisa
mendaftar tanpa harus hadir di rumah sakit. Dengan demikian, para dokter pun
bisa dengan mudah memeriksa rekam medik pasien.
Registrasi
selesai, kulangkahkan kakiku ke ruang poli anak tampak beberapa orang sudah
duduk di sana menunggu nama anaknya dipanggil. Sebelum mengantre beberapa
dokter koas akan menanyai pertanyaan umum padaku.
“Si adik sakit apa?”
“Dulu lahir normal atau secara Sesar?
“Si adik langsung menangis pas lahir atau tidak?”
“ Berapa berat badan waktu lahir? Panjangnya? Ukuran lingkar
kepala? Sekarang kita timbang dulu yaa bu, Si Adik sambil kita ukur juga
panjangnya dan lingkar kepalanya, ujar dokter koas itu ramah, sementara dokter
koas yang lain mencatat dan membantu mempersiapkan timbangan dan meteran untuk
anakku.
Nama anakku telah
dipanggil, aku bertemu dokter Thaib dan berkonsultasi dengannya sambil
dokter membaca data yang diberi dokter koas, serta keterangan di surat rujukan
dan kemudian mulai memeriksa anakku.
Bungsuku tidak
berhenti menangis, karena dia tidak terbiasa dengan orang yang asing, dokter
memeriksa sambil bertanya banyak hal padaku. “Apakah dia sudah bisa berdiri
sendiri? Apa sudah berbicara? Apa sudah bisa berjalan?
Semua pertanyaan
dokter kujawab dengan jawaban yang sama, tidak, belum. Dia berdiri masih
harus berpegang pada sesuatu sekitarnya. Dia belum bisa bicara hanya babbling
tanpa arti, dia bisa jalan sambil berpegangan.
Dokter kemudian
mengetuk lutut anakku menggunakan palu refleks, namun hasilnya tak sesuai
harapan, refleks lutut anakku sangat lemah bahkan nyaris tak ada respons.
Lingkar kepalanya pun cenderung kecil dibanding anak seusianya.
Dokter menyarankan agar anakku melakukan serangkaian tes, mulai CT
scan kepala, tes darah, untuk diagnosa lebih pasti.
****
Akhirnya semua
hasil tes telah keluar, anakku divonis mikrosefali, dan mengalami global
development delayed. Itu salah satu sebab kenapa anakku terlambat bisa berdiri,
berjalan dan berbicara.
Dokter
menyarankan agar anakku bisa cepat berjalan bisa melakukan fisioterapi dan juga
di rumah menggunakan alat-alat sederhana latih dia agar mau berjalan. Tidak
perlu mahal, dengan mendorong kursi, mendorong galon saja bisa menstimulasi
anak untuk bisa berjalan.
Untuk memastikan kenapa anakku belum bisa berbicara, dokter menyarankan untuk melakukan tes bera.
Ruangan Test Bera |
****
Hari berganti
minggu, minggu berganti bulan. Rumah sakit Zainal Abidin menjadi rumah kedua
bagi kami saking seringnya kami berkunjung kemari. Anakku selain mikrosefali,
global development delayed, juga memiliki permasalahan imun yang rendah
sehingga dia sangat mudah sakit, serta masalah pencernaan, dimana anakku jarang
sekali merasa lapar, itulah penyebab anakku berat badannya sulit untuk naik.
Untuk permasalahan
ini dokter meresepkan lacto b untuk anakku. Jika tidak menggunakan lacto-b
ankku sama sekali tidak merasa lapar dan malas untuk makan, jika dia tidak
makan bagaimana dia akan tumbuh dan berkembang.
Dalam resahku
dengan diagnosa dokter, serta jadwal kontrol dokter, di ruang tunggu poli anak
RSUZA ada sosok wanita yang tak asing, dia sering melewati rumahku sambil
menggendong anaknya yang terlihat tidak sehat kemanapun dia pergi.
Aku beranikan diri untuk
berkenalan dengannya. Namanya Dewi anaknya mengalami mikrosefali yang akut,
belum bisa berjalan hingga usianya sepuluh tahun sehingga Dewi harus
menggendong jika hendak pergi, atau terkadang dia menitipkan pada anaknya yang
SMP jika dia ada di rumah, dan Dewi pergi hanya sebentar saja.
Dewi tinggal tak
jauh dari rumahku, tapi aku tak pernah sempat menyapanya karena kesibukanku
sebagai ibu tiga anak yang masih kecil-kecil. Dewi telah berpisah dengan
suaminya karena memiliki anak yang tak sempurna.
Mertuanya mengutuk Dewi sengaja membuat anaknya terlahir tak
sempurna. Membuat hatinya terluka, mana Dewi tau anaknya akan terlahir seperti
sekarang, tidak ada orang tua yang ingin anaknya menjadi cacat.
Tapi mertuanya tak mau mengerti, meski pernikahan Dewi dan anaknya
telah memiliki si Sulung yang ganteng dan sholeh, tapi kehadiran si bungsu
mencoreng nama baik keluarga.
Dewi hanya bisa pasrah ketika dia harus berpisah dengan suaminya.
Tapi dia tetap bertahan dan berjuang untuk kelangsungan hidupnya dan anak-anaknya.
Dewi menjadi buruh setrika di salah satu laundry. Terkadang pakaian yang
belum disetrika juga dia bawa pulang ke kontrakannya.
Hidup yang berat, dan perlakuan orang terhadapnya juga terkadang
begitu kasar. Seorang tetangga pernah sengaja membanting pintu ketika Dewi
lewat, seolah takut nasib sial Dewi akan menular padanya, atau Dewi mengemis.
Dewi sosok yang cantik dan tinggi dia juga sangat sayang pada
anak-anaknya. Bisa saja Dewi mencampakkan anaknya dan menikah lagi tapi Dewi
memilih untuk hidup menderita tetap melajang sambil terus menjaga anaknya. Tak
tampak sedikitpun dia merasa malu memiliki anak berkebutuhan khusus.
Dewi terus bercerita sambil menyuap anaknya dengan sendok bayi.
“Saya bangga dengan anak saya walau keadaannya seperti ini. Kakak juga jangan
merasa bangga dengan anak kakak. Apalagi kondisi anak kakak tak separah
anak saya.”
Kata-kata Dewi membuatku menangis, beratnya bebanku ternyata ada
yang lebih berat lagi dan dia mampu bersyukur dengan keadaannya. Sungguh
membuatku malu.
Anakku microsefali ringan, anaknya microsefali berat. Anakku
kejang hanya ketika demam, anaknya kejang hampir setiap saat. Anakku hanya
timbangan berat badannya yang tidak naik, anaknya hanya tulang terbalut kulit
tipis.
Tiba-tiba Anak Dewi kejang tanpa demam, Dewi terlihat tegar
dan berdoa sambil memeluk anaknya yang kejang..Membuatku semakin malu
hati. Kami terpaksa berpisah karena nama anakku telah dipanggil, dan kami
tidak pernah bertemu lagi. Sepenggal kisah di ruang tunggu dari Dewi membuka
mataku agar selalu bersyukur.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah Berkunjung. Please tinggalkan jejak biar kenal