Mungkin sudah banyak yang baca tulisanku yang ngebahas mengenai bungsuku, yang divonis microsefali ringan, menyebabkan global development delayed. Vonis (berat banget yaa, but its truth terasa berat aku sempat denial, anggap hanya mimpi besok everything will be ok)
Anakku mulai terapi (usia 2
tahun, targetku biar dia bisa ngomong, tapi terapinya kumasukin ke tempat
terapi perilaku, karena susah banget nemu tempat terapi bicara di Banda Aceh atau
klinik tumbuh kembang anak.
Cemas, udah pasti orangtua mana
(baca ibu mana) yang nggak cemas jika anaknya mengalami keterlambatan tumbuh
kembang, (kalau ada yang bilang dia nggak cemas, ada dua kemungkin pertama dia
berbohong, yang kedua dia gila, ha…3x)
Anakku sekarang usianya tujuh
tahun, still belum bisa bicara hanya Babbling. Tentu saja menimbulkan rasa cemas sendiri,
untuk sekolah. SLB biasa apa gurunya bisa benar-benar memperhatikan anakku,
satu kelas berapa anak? Begitu juga kalau mau terapi aja apa cukup pengetahuan
untuk dia, hanya dengan terapi?
TERAPI, SEKOLAH INKLUSIF OR SLB
Sekolah inklusif apa benar-benar
inklusif? Bagaimana kurikulumnya? Berapa guru dalam satu kelas? Apa saja yang
diajarkan? Sekolah SLB swasta, apa menjamin dia diperlakukan dengan baik? Apa
sekolahnya anti jika muridnya minum obat dari psikiater?
Ternyata ada sekolah yang anti,
jika muridnya minum obat dari psikiater, apakah perlu? Diberikan obat jika
perilakunya kelihatan normal, kind of that. Aku punya teman yang anaknya minum
obat 5 jenis dari psikiater, dan sekolahnya menganjurkan untuk berhenti.
Apa yang terjadi ketika obat
dihentikan, anaknya tantrum berat, emosi tidak stabil, susah ditangani. Di
sekolah oke guru banyak yang pegangin, handle nah di rumah tanpa obat, Cuma orang
tua mana sanggup…(udah kaya gini sekolah lepas tangan)
Ada juga model sekolah, kalau anak
didiknya ada kemajuan, tepuk dada karena sekolah anak ini maju. Ketika anak
didiknya mundur ( hanya sekali, anaknya tantrum), orangtua dipertanyakan ngapain aja dengan anaknya di rumah.
Kamu bayangin deh dua jam di sekolah dianggap bisa bikin
kemajuan anak. (kalau nggak didukung ortu yang bantu stimulasi menurut kamu,
bisa nggak) (ini konteksnya buat anak special need children) Benar-benar
pertanyaan bodoh dan ngeselin yaa. Apalagi kalau kamu udah effort mati-matian
buat kemajuan anak kamu, but begitu dia mundur ditanya begitu.
Tenang itu bukan part paling
buruk, ada juga sekolah yang menyudutkan sang ibu sebagai sumber kecemasan
anaknya. (Ini juga menurutku nggak bijak yaa, bayangkan kamu sekolahin anak
kamu di sekolah swasta dan diberi
komentar seperti ini. Bagaimana perasaanmu? Kita menjatuhkan pilihan untuk
menyekolahkan ke sekolah swasta juga karena cemas, anak special kita tidak
terpantau dengan baik. Dan tingkat kecemasan yang wajar menurutku.
Sometime aku suka mikir, sekolah
inklusif, SLB swasta yang didirikan oleh orang-orang normal (orang tua yang
tidak memiliki anak special, apakah bagus?
Baik? Sesuai? Karena seseorang tidak akan merasakan perasaan mendalam, sampai
kamu berada di posisi tersebut.
How I feel as mom with special need children, Im
strong but also weak. Aku sensitif tapi juga keras (tidak cengeng). Aku fokus kepada solusi bagaiman mengejar
ketertinggalan anakku, dan tidak fokus pada kebaperan. Aku
nggak cari musuh, tapi ketemu musuh pantang aku lari. Jadi kalau kamu melampaui batas menyerang( bahas
anak) aku pastikan aku tidak tinggal diam . Noted it dan aku sungguh-sungguh
mengenai ini.
Satu lagi special need monster
seringkali dianggap monster, oleh anak-anak sekitar rumah, walaupun mereka sama
sekali tidak pernah bermain dengan
anakmu. Ada juga yang menyebut monyet,
karena gaya bicara special need children yang babbling dan berteriak, dan masih banyak lagi. Jadi jika kamu ibu dengan
anak kebutuhan khusus, Stay Strong,
jalan kita masih panjang, jangan putus asa, tetap semangat sekecil
apapun kemajuan yang ada.
Semangat kak, semoga usaha kita sebagai orangtua tidak sia-sia, mereka insyaallah menjadi asbab menambah rejeki dan derajat orangtuanya kelak, aamiin
ReplyDeleteSemangat untuk kita para ibu yang lagi ekstra ngadepin tantrum wkwk
ReplyDelete