Hidup
itu penuh dengan pilihan. Terkadang kita harus memilih untuk mengambil pilihan
yang sulit demi masa depan yang lebih baik. Walau sudah menimbang semua baik dan buruknya, ternyata
menjalaninya tak semudah membalikkan telapak tangan.
Setidaknya
itulah yang kurasakan ketika kami memutuskan menjalani Long Distance Marriage selama setahun. Tiga
bulan pertama sejak kepergian suami ke Jepang, merupakan masa tersulit bagiku
karena segala sesuatu yang biasa
dijalani dan ditanggung bersama-sama.
Tiba-tiba semua menjadi tanggung jawabku sendiri.
Menjadi
single parents selama setahun itu
ternyata sangat tidak mudah apalagi dengan buah hati yang masih kecil saat itu
Vinka(3 tahun) dan Shidiq(1 tahun). Mereka seolah sudah mengerti dan merasakan
juga apa yang orang tuanya rasakan atau lebih tepatnya yang aku rasakan.
Setiap
malam Vinka selalu bertanya kapan papa pulang? Di siang hari Vinka akan
histeris jika dilihatnya mamanya nggak ada di sisi, meski itu hanya ke kamar
mandi.
Shidiq
juga selalu ingin dekat aku seolah takut kehilangan mamanya juga. Shidiq juga merasakan kehilangan papanya. Setiap ada acara keluarga dia
selalu ingin digedong oleh om, paman, kakeknya
dibanding sama nenek, tante, dan bibinya. Bahkan yang lebih parah,
Shidiq juga minta gendong dan langsung minta ikut sama orang dewasa lelaki yang baru
pertama dilihatnya seperti tukang pos or paket.
Memang
kami bertiga sangat merasa kehilangan sosok papanya. Papanya yang selalu
membereskan masalah pembayaran ini itu, mulai pembayaran kredit, rekening
listrik, rekening telepon hingga beli pulsa. Papa Vinka yang selalu siaga
mengantar kami pergi jalan-jalan di kala weekend
tiba. Papa Vinka yang selalu belanja kebutuhan kami sementara aku hanya perlu memberi
list belanjaan saja.
****
Depresi
melandaku dan secara tidak langsung juga berpengaruh pada anak-anak. Ternyata
kenyamanan yang selalu papa Vinka berikan, malah jadi bomerang bagiku. Aku
nggak siap menganti posisinya sebagai kepala keluarga dan juga ayah. Aku nggak
siap dengan semua kerepotan yang harus dijalani.
Seharusnya
dari dulu aku #Berani lebih mandiri di berbagai sisi kehidupan kami. Karena seorang istri yang cekatan, cerdas akan mudah mengantisipasi segala kemungkinan buruk yang terjadi. Bahkan dalam segi ekonomi.
Seorang istri meski dia hanya di rumah, sebisa mungkin harus bisa mempunyai penghasilan sendiri dan itu yang sedang coba kukembangkan sekarang. Mengali potensi diri untuk lebih berarti, menghasilkan dan cerdas.
Alhamdulillah
LDR selesai kami jalani dan banyak pelajaran bisa kami petik. Betapa sangat
penting seorang istri #Berani lebih mandiri ketika suami pergi. Sehingga dia lebih siaga mengantisipasi kemungkinan buruk yang mungkin terjadi dan lebih tanggap mengambil peran dan tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga dan ayah bagi anak-anak tentunya.
Apapun kejadiannya, selalu ada hikmah yg bisa diambil ya Mak ^_^
ReplyDeleteiya mak :)
Deletebelum kebayang LDR'n lintas benua...makasih mak sharingnya^^
ReplyDeletesama-sama :) makasih dah mampir
Deletebelajar banyak dari pengalaman dari mak yang satu ini... sukses ya mak
ReplyDeleteaamiin, makasih sukses juga buat mak Aida
DeleteSaya biasa ditinggal kerja luar kota. Alhamdulillah selalu dilindungi dan diberi keberanian. Cuma kangennya aja yang kagak nahan
ReplyDeleteiya mak kalo seminggu atau sebulan seh dah pernah, pas setahun bener-bener repot dan kehilangan
DeleteAku juga lagi LDR nih, capek ya heheee.... Biasanya kerjabakti, urusan luar suami semua.
ReplyDeleteyang sabar dan kuat yaa mak jg kesehatan jgn sampai sakit
Delete