|
Keluargaku |
Mamaku bukan seorang sarjana, dia hanya lulusan sekolah kejuruan ketika
dilamar oleh ayah. Cita-citanya untuk bekerja setelah selesai sekolah tak
mendapat restu dari ayah, aku suka lupa apa
alasan ayah melarang mama bekerja tiap kali mama bercerita perihal itu.
Mamaku mungkin bukan ahli masak
tapi aku tahu akan selalu tersedia makanan untuk kumakan yang dimasak oleh mama
untuk aku dan saudara-saudaraku. Teringat
dulu tak jarang kami protes kok menunya
itu selalu. Kasihan mama mukanya akan berubah menjadi sendu jerih payahnya
memasak tak kami hargai” Maafkan kami Ma”
Kenyataan hidup mengharuskan Ayah
dan Mama mengambil keputusan yang sulit demi kelangsungan hidup kami. Ayah harus
memilih mau untuk bertugas di Kalimantan atau pensiun dini.
Aku tahu ini pasti keputusan
paling sulit yang mereka ambil karena sejak hari itu aku, Mama dan saudara-saudaraku
tinggal di Bandung sedangkan ayah bertugas di Kalimantan. Hanya saat libur
sekolah tiba Mama bisa mengunjungi Ayah di Kalimantan.
Aku tak bisa mengingat tiap berapa bulan ayah mengunjungi kami, tapi aku ingat, tukang pos begitu berjasa dan dinanti oleh kami untuk
mendapat kabar berita dari ayah dan juga telepon interlokal dari ayah yang diakhir pembicaraannya selalu berpesan pada
kami jangan nakal.
****
Mengurus enam orang anak, dengan
enam karakter, sifat dan usia yang berbeda tentu saja tidak mudah. Apalagi jika
harus mengurusnya seorang diri. Belum lagi pekerjaan rumah tangga lainnya yang
juga harus dikerjakan, belanja, memasak, mencuci, setrika, membersihkan rumah
dan masih banyak lagi.
Semua harus dikerjakannya seorang
diri karena sulit sekali mendapatkan
seorang pembantu rumah tangga yang bisa dipercaya (Beberapa pembantu membawa
serta barang-barang kami tanpa izin
ketika pulang kampung, ada juga pembantu ketika kami minta pertolongannya seperti
mencuci baju dia meminta upah lagi, tentu saja tanpa sepengetahuan mama)
Terbayang betapa lelahnya Mama mengurus ini
itu sendiri. Belum lagi jika diantara kami ada yang beratem. Membuat heboh satu
rumah dengan teriakan kami yang tentu saja membuat sakit kepala.
“Mama pilih kasih” sering kata-kata
itu terucap dari mulut kami jika salah satu dari kami tidak dibela ketika bertengkar
atau ketika mama terkesan menganakemaskan salah satu dari kami. Yang tentu saja membuat Mama sedih. “ Nanti
kalau kamu jadi ibu baru kamu ngerti.”
*****
Sekarang aku sudah menikah dan
menjadi seorang Ibu. Mama masih tetap
setia dalam setiap langkahku. Ketika aku hendak melahirkan pasti ada Mama dan Suami di
sampingku. Ketika Suami tugas di luar kota, rumah Mama pasti tempat pertama
kutuju sambil menanti suami kembali dari tugasnya.
Sehari, sebulan, setahun rumah
Mama menjadi saksi penantianku menunggu
suami pulang dinas di luar kota dan luar negeri. Mama dengan setia membantuku
menjaga dan merawat anak-anak ketika Suami tak ada.
Tergiang kembali kata-kata itu”Nanti kalau
kamu jadi ibu baru kamu ngerti” Kini aku
mengerti makna kata-kata itu. Berat
ternyata menjadi seorang ibu. Tugas rumah tangga yang tiada henti. Anak rewel tak henti, selalu minta dimengerti dan
diperhatikan karena tak paham betapa tubuh ini lelah setelah bekerja mengurus ini dan itu seharian
agar semua anggota keluarga merasa senang.
Aku tak bisa bayangkan hidupku tanpamu Ma. Andai waktu bisa diputar lagi .
Aku berjanji akan menjadi anak baik dan tak membuatmu bersedih hati. Tapi waktu
lalu tak bisa kembali. Aku hanya bisa meminta maafmu Ma, atas semua kesedihan dan luka yang kuciptakan. I love you, you are the best mom.
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan: Hati Ibu Seluas Samudera