Tepat pada tanggal 26 desember 2014 nanti merupakan momentum bagi masyarakat Aceh dalam memperingati 10 tahun tsunami. Tentu masih segar dalam ingatan kita tentang dahsyatnya bencana ini, namun setelah 10 tahun berlalu, sudah selayaknya kita menatap masa depan dan terus berpikir positif.
Bekerja lebih giat dalam membangun bangsa Aceh dapat dilakukan oleh semua
pihak, tidak hanya dari Pemerintah semata, sektor swasta yang berbasis
masyarakat atau lebih dikenal dengan small
home industry tentunya akan menjadi salah satu sektor yang layak untuk
diprioritaskan. Berapa banyak sudah bantuan baik dari Pemerintah maupun dari
sumbangan pihak asing dalam hal pemberdayaan masyarakat pasca tsunami yang
diterima oleh rakyat Aceh, tentunya ucapan terima kasih dapat diapresiasikan
salah satunya dengan bekerja lebih keras dan giat untuk menciptakan masyarakat
yang sustainable.
Hal ini tentunya sangat berbeda dengan yang terjadi di Jepang pasca gempa
dan tsunami 2011 yang melanda daerah Tohoku (utara Jepang). Dimana dapat
dikatakan bahwa mereka sangat sedikit sekali menerima bantuan dari luar/asing
dan lebih mengandalkan resource dari
dalam negeri mereka sendiri. Walaupun sudah kehilangan harta benda namun
masyarakat Jepang sangat sabar, tidak terlihat emosi yang meledak-ledak, mereka
tetap mempertahankan budaya antri berbagai kebutuhan pokok, bahkan di keadaan
sesulit apapun.
Wisata Tsunami
Di Banda Aceh terdapat beberapa situs tsunami yang cukup mengundang
keinginan para wisatawan baik lokal maupun manca negara untuk berkunjung.
Seperti Kapal diatas rumah di Lampulo, Kapal Apung di Punge, Museum
Tsunami, dll.
Hal ini terjadi karena sangat kurangnya situs-situs tsunami yang terpelihara dengan
baik dan dijadikan memorial oleh negara-negara
lain. Jika kita membandingkan dengan Jepang, dimana pasca gempa dan tsunami
2011, dapat dikatakan sudah tidak ada lagi bangunan atau sisa-sisa dari bencana
tersebut yang dijadikan memorial. Dikarenakan oleh dasar budaya Jepang
yang agak sedikit sentimentil dan memiliki kesan mendalam terhadap suatu hal
dan tidak ingin mengenangnya lagi jika kejadian tersebut dianggap kurang baik.
Sebagai
contoh, disebuah kota pelabuhan yang bernama Kesennuma, disana terdapat sebuah
kapal besar Kyotokumaru dengan bobot 330 ton yang sedikit lebih kecil dari PLTD
Apung, namun apa yang terjadi? Pada awalnya masih terdapat pro dan kontra
antara pihak yang ingin menyimpannya menjadi salah satu bukti kedahsyatan
tsunami dan pihak lain yang merasa sedih, karena setiap melihat kapal tersebut
akan mengingatkan mereka terhadap sanak keluarganya yang hilang.
Untuk
mengambil keputusan, pemerintah kota Kesennuma melakukan voting/jejak pendapat
yang diikuti oleh seluruh warga kota, dan hasilnyapun sudah dapat ditebak
dimana mayoritas (hampir 70%) masyarakat memnginginkan agar kapal besar itu
untuk di demolish.
Memang banyak sekali pihak yang menyayangkan hasil keputusan warga kota
Kesennuma, namun bagi mereka hidup haruslah terus berjalan dengan menatap masa
depan, walaupun tidak ada lagi sisa-sisa bencana yang dapat dijadikan
peringatan bagi generasi mendatang, yang mungkin dapat berpikir bahwa tsunami besar itu hanyalah dongeng belaka.
Maka beruntunglah kita yang tinggal di Aceh, dimana masih terdapat banyak
sekali memorial yang dapat memberi pelajaran kepada para penerus bangsa dan
tentu saja situs –situs tsunami tersebut perlu dirawat dan dijaga bersama-sama.
Maket Kapal PLTD Apung Sumber foto:Koleksi pribadi |
Seperti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung,
kapal seberat 2.600 ton milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) awalnya didatangkan ke Banda Aceh guna memenuhi pasokan listrik di Banda Aceh sebesar 10, 5 Megawatt. Dikarenakan sewaktu terjadi konflik di Aceh banyak menara listrik PLN yang dirobohkan menyebabkan pasokan listrik terganggu.
Kapal yang memiliki luas 1.900 meter persegi dan panjang 63 meter ini terseret gelombang tsu
nami dari Pantai Ulee Lheue sejauh 5 km dan terdampar di Gampong Punge Blang Cut Kota Banda Aceh. Hingga kini PLTD apung tetap berada di tengah kota dan dijadikan monumen peringatan tsunami.
Kapal PLTD apung ini meski terkena terjangan ombak tsunami, kapal ini tetap utuh dan masih berbentuk seperti kapal besar pada umumnya
Untuk menunjang PLTD apung sebagai monumen tsunami, pemerintah provinsi Aceh membuat taman edukasi di sekitar PLTD apung seluas 2 hektare. Taman edukasi ini dilengkapi dengan catatan-catatan informasi tsunami berikut foto-foto yang diabadikan saat bencana itu terjadi. Jembatan-jembatan juga dibangun agar pengunjung dapat menikmati wisata di PLTD Apung dari segala sisi.
Tidak jauh dari PLTD, terdapat sebuah prasasti setinggi 2,5 meter. Prasasti berbentuk jam bundar itu menunjukkan waktu jam 07.55WIB, tepat ketika gelombang tsunami menerjang Aceh. Pada miniatur gelombang tsunami juga terdapat gambar timbul berbentuk rumah dan orang hanyut tersapu tsunami.
PLTD Apung Sumber foto: Koleksi pribadi |
Pengunjung PLTD Apung Sumber foto: Koleksi pribadi |
nami dari Pantai Ulee Lheue sejauh 5 km dan terdampar di Gampong Punge Blang Cut Kota Banda Aceh. Hingga kini PLTD apung tetap berada di tengah kota dan dijadikan monumen peringatan tsunami.
Kapal PLTD apung ini meski terkena terjangan ombak tsunami, kapal ini tetap utuh dan masih berbentuk seperti kapal besar pada umumnya
Untuk menunjang PLTD apung sebagai monumen tsunami, pemerintah provinsi Aceh membuat taman edukasi di sekitar PLTD apung seluas 2 hektare. Taman edukasi ini dilengkapi dengan catatan-catatan informasi tsunami berikut foto-foto yang diabadikan saat bencana itu terjadi. Jembatan-jembatan juga dibangun agar pengunjung dapat menikmati wisata di PLTD Apung dari segala sisi.
Jembatan dan Prasasti jam bundar di lihat dari kapal apung Sumber foto: koleksi pribadi |
Tidak jauh dari PLTD, terdapat sebuah prasasti setinggi 2,5 meter. Prasasti berbentuk jam bundar itu menunjukkan waktu jam 07.55WIB, tepat ketika gelombang tsunami menerjang Aceh. Pada miniatur gelombang tsunami juga terdapat gambar timbul berbentuk rumah dan orang hanyut tersapu tsunami.
Wisatawan lokal sedang berfoto di prasasti jam bundar Sumber foto: Koleksi pribadi |
Jam berkunjung PLTD Apung Sumber Foto: Koleksi pribadi |
tidak terasa ya maaak...10 tahun sudah..semoga semua menjadi lebih baik...
ReplyDeleteaamiin, makasih dah singgah mak indah nuria Savitri
Deletewah kalo bisa gambar pertama diedit sedikit biar pas dengan ukuran blognya. sayangkan kalo kelebaran ?
ReplyDeletekalo ga, diganti lagi dengan yang lain bisa tu (y)
ini koment juga disini :
http://musikanegri.blogspot.com/2014/04/gunongan-bukti-cinta-sultan-kharismatik.html
sip makasih masukannya Reza Kurniawan, segera ke tkp
ReplyDeletesalam kenal kak, bek tuwoe neupiyoeh bak blog long kak beh http://negeridalamaksara.blogspot.com/
ReplyDeletejeut , salam kenal juga...segera ke tkp
DeleteUlasan yang lengkap, dengan memperbandingkan dua tempat bersejarah yang memiliki kesamaan dalam peninggalan pasca tsunami, meskipun pada akhirnya dimusnahkan. Bisa jadi banyak pendapat, namun saya tertarik dengan sebuah ungkapan yang saya dengar dari televisi saat mengungsi pasca tsunami 2004 dulu, bahwa kita diberi dua kemampuan; kemampuan untuk mengingat dan melupakan. Mengingat untuk kesiapsiagaan dalam mitigasi (mengurangi dampak) bencana. Melupakan, untuk kesedihan yang mungkin memang tidak mudah namun kita tetap harus dapat menatap masa depan sebagai rasa syukur. Semoga Allah Swt mengumpulkan kita kembali dengan para syuhada tsunami di tempat yang mulia, aamiin.
ReplyDeleteaamiiin, makasih dah singgah di blogku
DeleteMantap Banget Tulisan ya.
ReplyDeleteDestinasi Lengkap Aceh cuma Ada di : http://acehplanet.com/
Terima kasih kunjungannya :)
Deletekapal cocok buat mancing darat. wkwkwk. jgn lupa mampir ya : http://charmingaceh.blogspot.com/2014/04/jangan-ke-banda-aceh.html
ReplyDeletemakasih dah singgah segera ke tkp
Deletemakasih dah singgah segera ke tkp:)
ReplyDelete